Seusai UU No 42 tahun 2008 tentang Pilpres, setiap capres harus diusung parpol atau gabungan parpol yang memperoleh paling tidak 25% suara sah nasional. Berikut bunyi pasal 9 UU Pilpres yang mengatur Presidential Threshold:
Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Perolehan Gerindra yang hanya berkisar 12 persen masih jauh dari Presidential Threshold. Sebenarnya kerjasama Gerindra-PPP juga belum cukup untuk mengusung Prabowo jadi capres. Jika digabung dengan PPP yang meraih sekitar 6-7 persen, total suara dukungan untuk Prabowo baru sekitar 17-18 persen. Jika dikonversi menjadi kursi, perolehan kursi Gerindra di DPR sekitar 67 kursi. PPP mendapat sekitar 39 kursi. Totalnya baru sekitar 106 kursi, belum menembus minimal 20% kursi DPR.
Situasi semakin sulit lantaran PPP kubu Ketua Umum Plt Emron Pangkapi dan Sekjen Romahurmuziy membatalkan dukungan ke Prabowo.
"Dengan demikian pernyataan dukungan yang disampaikan oleh Suryadharma Ali kepada Prabowo Subianto, pada hari Jumat (18/4) bertentangan dengan AD/ART partai, dengan demikian batal demi hukum," kata Romi membacakan 9 poin hasil rapat di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakpus, Sabtu (19/4/2014).
Lalu ke mana Letjen (Purn) Prabowo Subianto bakal mencari 'boarding pass' ke Pilpres 2014?
(van/nrl)