Hal itu yang dirasakan oleh Natrio Catra Yoshosa, penyandang autis yang berhasil meraih gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada (UGM). Sejak kecil dia harus mengalami pahitnya hidup karena ditolak oleh lingkungannya.
"Saya sebagai penyandang autis merasakan kesulitan berkomunikasi, juga ketika bersosialiasi menjadi ancaman bagi akademik saya," tutur Natrio di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Natrio bercerita, perbedaan yang ada pada dirinya membuat sulit beradaptasi dengan teman-teman sebayanya ketika bersekolah. Hal itu dia rasakan sejak TK hingga ke jenjang SMA.
"Khususnya dari TK hingga SD awal, saya merasa diasingkan karena tidak bisa bicara dengan baik. SMA saya merasakan sakitnya ketika harus beradaptasi dengan lingkungan baru, yang baru saya kenal," kata Natrio yang sekolah dari SD hingga SMA di Al Azhar Bekasi ini.
Meski begitu, dia bersyukur memilik keluarga dan orang tua yang selalu mendukungnya dalam keadaan apapun. Sehingga dia bisa bangkit dari mampu melewati sulitnya beradaptasi dengan lingkungan.
"Keluarga dan orang tua selalu mendukung apa pun yang terjadi, mendorong tidak pantang menyerah, " ungkapnya.
Kini Natrio bercita-cita melanjutkan sekolahnya ke jenjang pasca sarjana. Namun hal itu rencananya akan dilanjutkan di luar negeri.
"Dengan harapan, hasilnya saya bisa memperkenalkan warisan budaya Indonesia yang kaya, indonesia bangsa yang hebat dan besar, saya juga ingin meningkatkan SDM melalui kerjsama di tempat institusi yang direncanakan," kata Natrio.
Natrio berharap pemerintah juga memiliki asesesment centre bagi penyandang autisme. Assesment centre ini diharapkan memiliki fasilitas untuk penyuluhan akademis, psikologis, juga mempersiapkan mereka yang akan masuk dunia kerja.
"Saya yakin mereka bisa jadi tunas bangsa di masa datang, semoga Allah SWT meridhoi cita-cita saya, saya akan berusaha semaksimal mungkin gunakan kesempatan ini," harapnya.
(mpr/vid)