"Awalnya sepakat 5 juta Riyal dibayar cash dan 2 juta diangsur, kemudian ditolak," ujar Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam jumpa pers di kantornya Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2014).
Dalam jumpa pers tersebut Djoko didampingi oleh Ketua Satgas TKI Maftuh Basyuni dan Dirjen Pelindungan TKI Kemlu Tatang Razak. Tim Satgas ini awalnya direncanakan bertugas selama lima hari di Arab Saudi, namun akhirnya harus bertugas selama 12 hari.
Djoko mengatakan penolakan tersebut disebabkan karena pihak keluarga tersinggung dengan pemberitaan di Indonesia. Salah satunya soal pemberitaan yang menyebut Satinah melakukan pembunuhan karena disiksa oleh majikannya.
"Mereka tersinggung banyak pendapat, statement, protes seolah Satinah tidak bersalah atau berdosa, tidak melakukan tindak pidana itu. Saya sampaikan Satinah mengaku, Satinah juga mengaku ke keluarga melakukan tindak pidana itu. Banyak tokoh dan aktivis yang sebut Satinah tidak bersalah dan pahlawan yang harus dibela," tutur Djoko.
Untuk meyakinkan keluarga korban, Presiden SBY kembali menulis surat. Disebutkan dalam surat tersebut bahwa pernyataan itu bukan pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia.
"Presiden SBY menulis surat lagi 3 April, yang disampaikan statement itu mereka tidak tahu masalahnya, bukan juga pernyataan resmi pemerintah. Surat ini manjur, mereka tenang, ini yang membuat beliau-beliau (tim satgas TKI) saya bilang jangan pulang dulu untuk meyakini keluarga," papar Djoko.
"Saya tidak menyalahkan media, media memuat apa yang berkembang di masyarakat, tapi yang berkembang di masyarakat mempengaruhi upaya kita di sana," lanjutnya.
Saat ini uang diyat sebesar 7 juta Riyal sudah diberikan kepada pengadilan setempat. Pihak keluarga meminta waktu satu bulan untuk merundingkan pembagian kepada masing-masing anggota keluarga.
"Mereka ada 7 kelompok keluarga, mereka minta waktu menyelesaikan pembagian di internal mereka. Kita tunggu 1 bulan lagi," tutupnya
(mpr/slm)