Cara yang sudah lazim dilakukan adalah komunikasi face to face alias silaturahim. Capres PDIP Joko Widodo menerapkan skenario gerilya ke kantor DPP partai-partai tetangga.
Dalam sehari saja, Sabtu (12/4/2014), sang Gubernur DKI Jakarta itu menyambangi 3 kantor DPP partai tetangga. Adalah Kantor DPP Partai NasDem, Partai Golkar, dan PKB yang disasar Jokowi.
Ditemani Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, Jokowi mengawali tour politik hari Sabtu itu ke Kantor DPP Partai NasDem. PDIP dan NasDem sepakat koalisi. Ketum Partai NasDem Surya Paloh menyampaikan dukungan ke pencapresan Jokowi.
Dari kantor DPP NasDem, Jokowi melipir ke Kantor DPP Golkar. Dengan Partai Golkar Jokowi tidak ada kesepakatan koalisi. Lantaran Golkar juga punya capres sendiri. Namun ada kesepakatan lain yakni kerjasama di pemerintahan setelah Pilpres.
Setelah itu Jokowi berganti tim. Kali ini Jokowi didampingi Teten Masduki dan Hasto Kristianto mengunjungi kantor DPP PKB. Jokowi ditemuin langsung oleh Ketua DPP PKB Muhaimin Iskandar. Meski sinyal sudah sangat kuat namun PKB belum mau blak-blakan mengungkap koalisi dengan PDIP. Namun Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menuturkan bahwa sudah dibahas power sharing antara PDIP dan PKB.
Gaya komunikasi politik yang dibangun Jokowi berbeda 180 derajat dengan gaya politik Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Setelah tersenyum puas menatap perolehan suara Gerindra, Ketua Dewan Pembina Prabowo Subianto bak menghilang.
Sang capres Gerindra itu memilih menjalin koalisi secara senyap, tanpa publikasi dari media. Diam-diam sang Letjen (Purn) Prabowo Subianto melancarkan gerilya senyapnya.
Waketum Gerindra Fadli Zon membenarkan hal ini. Cara Prabowo menjalin komunikasi dengan partai koalisi memang beda dari yang lain. Prabowo tak ingin gembar-gembor dan sowan sana-sini secara terbuka.
"Kita jalin komunikasi, jalan tidak harus gembar-gembor," kata Fadli saat berbincang dengan detikcom, Selasa (15/4/2014).
Karena itu Gerindra tak melakukan pertemuan secara terbuka dengan para ketum parpol. Rupanya yang paling penting buat partai Garuda ini bukanlah publikasi dalam membangun koalisi, tetapi kepada hasil akhirnya nanti.
"Kita tidak perlu datang ke kantor parpol orang untuk meminta koalisi. Tidak begitu caranya. Kita harus diskusi mendalam karena ini soal bangsa ke depan, juga bagaimana kita meraih dukungan stretegis, taktik, termasuk dengan logistik," katanya.
Karena itu Prabowo tak meminta dukungan ke sana-sini seperti yang dilakukan Jokowi. "Kita kan bukan sedang pencitraan, tak perlu semuanya diumbar. Saya kira itu akan bisa menjadi kontraprofuktif. Masak ketemu Dubes saja harus diekspose," sindir Fadli.
Lalu mana yang lebih efektif, koalisi senyap ala Prabowo atau koalisi wara-wiri ala Jokowi?
(van/try)