"Jika Ayah saya mengambil uang itu seperti dituduhkan BI, apa mungkin kami hidup susah seperti ini?" kata Ade di rumahnya di Desa Dalu XA, Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang, seperti dikutip dari Majalah Detik, Selasa (14/4/2014).
Ramlan bekerja sebagai kasir di BI cabang Medan sejak 2 Juni 1970. Kariernya tiba-tiba harus berakhir saat ia dipecat pada 1 September 1984 dengan tuduhan pencurian yang tidak pernah terbukti di pengadilan hingga saat ini.
Di bawah intimidasi, Ramlan dipaksa mengaku. Beragam siksaan diterima, termasuk jempol kaki yang ditindih dengan kaki kursi, lantas diduduki empat orang. Tak tahan disiksa, Ramlan akhirnya menandatangani surat berisi pengakuan.
Surat yang ditandatangani itulah yang menjadi penyebab ayahnya dipecat dari BI. Sejak saat itu semuanya berubah. Keluarga berantakan. Ramlan tak bekerja, mudah marah dan depresi berat. Ketika makan demikian sulit, maka pendidikan sudah tak menjadi prioritas. Bobi dan ketiga adiknya hanya mendapat pendidikan sampai bangku Sekolah Dasar.
Kondisi yang labil membuat keluarga kadang menjadi sasaran amukan Ramlan. Khawatir dirinya menjadi sasaran dan mempertimbangkan nasib anak-anaknya Supriyati, istri Ramlan, akhirnya terpaksa meninggalkan Ramlan tahun 1990.
Ketika itu terjadi, Bobi sudah lebih dahulu ke ke Jakarta. Sementara ketiga adiknya Erlan Prayatna, serta si kembar Roma Indra Praja dan Romi Praja Muda, ikut bersama ibunya.
"Di Jakarta, saya ya menggelandanglah," tukasnya.
Usai lama berpisah, kehidupan perlahan membaik dan mereka kembali berkumpul setelah puluhan tahun lamanya. Mereka sempat berkumpul bersama beberapa bulan sebelum Ramlan akhirnya meninggal pada 15 Februari 2014 karena sakit.
Atas penyiksaan dan tuduhan yang tidak pernah tebukti itu, ahli waris Ramlan menggugat kerugian materiil sebesar Rp 5 miliar dan kerugian immateril Rp 1 triliun.
"Soal nilai gugatan itu, bukanlah yang utama. Tetapi nama baik ayah saya dan hak-haknya. Kami menjadi susah karena fitnah itu," pungkas Bobi.
Tulisan selengkapnya bisa dibaca GRATIS di edisi terbaru Majalah Detik (edisi 124, 14 April 2014). Edisi ini mengupas tuntas “Jokowi Setengah Hebat”. Juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik, seperti rubrik Nasional “Antara Banteng, Garuda, dan Beringin”, Internasional “Antara Obama, Modi, dan Gandhi”, Ekonomi “Bandara Jarang Untung”, Gaya Hidup “Medis Vs Herbal, Efektif Mana?”, rubrik Seni Hiburan dan review Film “Jalanan”, serta masih banyak artikel menarik lainnya.
Untuk aplikasinya bisa di-download di apps.detik.com dan versi pdf bisa di-download di www.majalahdetik.com. Gratis, selamat menikmati!!
(asp/rmd)