Medi mulai berprofesi sebagai pengecer koran di Ibu Kota semenjak diberhentikan dari kantornya di akhir tahun 1990-an. Ketika itu memang merupakan masa-masa kondisi ekonomi di Indonesia sedang tidak stabil. Banyak perusahaan yang memutuskan hubungan kerja para pegawainya.
"Banyak yang kena PHK. Ya saya salah satunya yang kena pengurangan karyawan itu," kata Medi saat ditemui di sekitar Taman Sepeda, Jl Melawai Raya, Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (2/4/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya dulu kerja di situ waktu kantornya masih bedeng. Sekarang sudah kerja sama dengan Jerman kalau nggak salah. Gedungnya sudah tinggi berapa lantai," kata Medi berkisah.
Siang itu, kondisi di wilayah Melawai sedang tidak terlalu ramai. Hanya beberapa pekerja kantoran terlihat sedang mencari tempat makan siang. Sementara, tidak jauh dari taman itu, berkali-kali bus Metro Mini yang mengangkut penumpang melintas.
Medi menghampiri seorang wanita yang akan masuk ke mobilnya. Ditawarkannya sebuah tabloid kepada pekerja kantor itu. Dia mengaku harus lihai untuk menawarkan koran atau majalah yang dijajakanya.
"Jadi biasanya pagi-pagi, saya lihat dulu kalau koran itu headline-nya apa. Kalau kira-kira menarik ya bisa bawa banyak, kalau nggak menarik ya nggak usah. Terus kayak tabloid-tabloid juga. Kalau majalah sekarang susah," papar Medi mengenai strategi marketingnya.
Penghasilan Medi dari mengecer koran memang tidak sebesar agen koran. Dalam sehari setidaknya Medi bisa mengantongi uang sekitar Rp 40 ribu. Uang sebesar itu pun terkadang dipotong untuk dirinya makan dan ongkos perjalanan kembali ke rumahnya. Apalagi dengan berkembangnya teknologi semakin membuat dagangannya jarang dilirik orang.
"Kalau dulu masih lumayanlah. Kalau sekarang orang kan jarang beli koran. Kebanyakan mereka baca ya dari tab atau hapenya," kata Medi
Dengan penghasilan yang kecil, Medi juga harus pintar-pintar memutar otak untuk menghidupi istri dan 2 anaknya. Namun, Medi bersyukur dengan mengecer koran dia menjadi lebih mengerti tentang apa yang terjadi di Republik ini hingga dunia internasional.
Hidup Medi yang berkutat di jalanan juga membuatnya selalu awas dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Gambaran seperti itulah yang juga diharapkan Medi tentang sosok pemimpin. Seorang yang peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.
(dha/trq)