Suara Ngadino (51) menembang perlahan terselip di antara riuhnya kendaraan bermotor di Ibu Kota. Kulitnya legam sebab selalu terpapar sinar mentari pukul 12.00 WIB siang. Peluh Ngadino lambat laun mengalir dari dahinya, jatuh membasahi kemeja batiknya yang lusuh.
Bapak 4 anak itu kembali duduk dan menyangga kecapinya dengan kedua kaki. Kedua tangannya mulai memetik senar. Lantunan suara kecapi bertumbukan dengan suara Ngadino menyanyikan sebuah lagu Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebetulan dari dulu presidennya banyak yang orang Jawa, tapi kenapa kok kayaknya kurang memperhatikan sama yang di bawah ini. Sekali waktu tengoklah yang di bawah ini," kata Ngadino saat berbincang di pinggir jalan perempatan Srengseng, Jakarta Barat, Selasa (1/4/2014).
Sejak tahun 2004, Ngadino mengamen dengan bermain kecapi di jalanan. Padahal sebelumnya, dia bergabung dengan sebuah grup campursari di Anjungan Jawa Tengah, Taman Mini Indonesia Indah. Namun, nasib berkata lain. Semenjak Pak Harto 'turun tahta', Ngadino memetik rupiah demi rupiah di pinggir jalan Ibu Kota.
"Biasanya saya jalan ya dari jam 12 siang, itu kan saat makan siang jadi banyak pengunjungnya kalau di tempat makan," ucapnya.
"Nanti sampai jam 2 siang sudah lumayan sepi ya istirahat. Lanjut lagi nanti menjelang Maghrib pas warung-warung makan buka untuk jualan sampai biasanya jam 8 atau 9 malam," lanjut Ngadino tentang 'jam operasional'-nya.
Ngadino bersyukur jika suaranya dinikmati 'pendengar'-nya di warung-warung di pinggir jalan. Baginya, hal itu menjadi pertanda bahwa masyarakat negeri ini masih cinta dengan budayanya sendiri.
"Orang sekarang kurang memperhatikan, apalagi anak muda. Zamannya SBY kan itu Reog yang asli Indonesia dihaki Malaysia. Karena apa? Ya karena kurang perhatian. Kalau sudah dihaki seperti itu, baru ribut," gugatnya.
Di tahun 2014 yang akan mencatatkan sejarah baru bagi Indonesia, Ngadino sebenarnya tidak terlalu memusingkan siapa kelak yang menjadi presiden. Dia hanya berharap pemimpin bangsa yang kuyup akan kesenian dan peduli dengan kekayaan yang dimiliki Republik ini.
"Nggak cuma kesenian Jawa, apa saja, dari mana saja. Kesenian Bali, Sumatera, Kalimantan, semuanya. Kan banyak itu diperhatikan. Jangan sampai di-hak-i negara lain lagi baru diperhatiin," kata Ngadino.
(dha/trq)