"Gaji sekarang sudah sangat cukup. Ini sudah sekelas eksekutif. Kalau hakim agung tidak macam-macam dan bergaya hidup mewah maka gaji Rp 30 jutaan sudah sangat cukup," kata Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho, saat dihubungi detikcom, Selasa (8/4/2014).
Menurutnya, angka Rp 500 juta tidak masuk akal. Jika alasannya agar hakim agung tak rentan disuap maka itu alasan yang kurang tepat.
"Apa dasarnya? Berpotensi menimbulkan kecemberuan aparat penegak hukum yang lain. Kecenderungan yang muncul di penegak hukum, korupsi itu karena rakus," ujar pria berkacamata itu.
Usulan Suparman mencontoh Singapura yang menggaji hakim agungnya Rp 450 juta per bulan. Saat ini selain menerima gaji, Ketua MA Republik Indonesia juga menerima tunjangan Rp 150 juta per bulannya. Adapun untuk wakilnya Rp 75 juta dan Ketua Muda sebesar Rp 50 juta.
"Sepanjang pengawasan di internal buruk, kenaikan sebesar apa pun tidak berpengaruh. Karena tipe korupsi di peradilan ada dua, korupsi karena kebutuhan dan korupsi karena kerakusan," lanjutnya.
(rna/asp)