"Kami menanyakan apakah angka Rp 1,7 triliun ini sudah pasti atau tidak? Kalau kami bertanya kemudian diubah oleh BI, itu dilakukan BI. Inisiatif tidak dari kami," kata Raden saat bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/4/2014) malam.
Bahkan pihak BI, sebut Raden, ragu dengan hitungan besaran Rp 1,7 triliun sebagai tambahan modal agar rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century bisa mencapai 8 persen.
"Angka Rp 1,7 triliun sudah fix? Mereka bilang ragu. Berubah Rp 632 miliar. Angka Rp 1,7 triliun itu tidak pasti, yang pasti Rp 632 miliar dan masih akan bertambah lagi. Persisnya perubahan itu tidak tahu," ujarnya.
Dia memastikan, KSSK tidak mengutak-atik angka yang disodorkan tim yang mengkaji analisis bank gagal terhadap Bank Century. "Merendahkan martabat BI kalau kami bisa lakukan perubahan," sebutnya.
Mantan pengawas bank di Direktorat Pengawasan Bank I Bank Indonesia, Pahla Santoso yang dihadirkan pada persidangan sesi pertama, mengaku heran dengan keputusan Raden Pardede mengubah lampiran I analisis bank gagal terkait Bank Century.
"Itu dia yang saya tidak paham, kenapa dia ikut-ikutan mengubah (lampiran 1) karena dia tidak tahu persis angka-angka," kata Pahla Santoso bersaksi.
Padahal tim pengawas yang ditugaskan Dewan Gubernur BI membuat analisis bank gagal menyodorkan angka Rp 1,7 triliun sebagai tambahan modal agar rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century bisa mencapai 8 persen. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan likuditas hingga 3 bulan, Bank Century memerlukan tambahan dana Rp 4,7 triliun.
"Kebutuhan likuiditas itu untuk menangani penarikan dana nasabah," sebut Pahla.
Staf Gubernur BI, Dicky Kartikoyono dalam persidangan juga menyebut pengubahan besaran angka kebutuhan modal Bank Century dilakukan Pardede karena khawatir jumlah yang disodorkan tim pengawas BI bakal ditolak KSSK. Lampiran I ini kemudian dilaporkan ke Boediono yang saat itu menjabat sebagai Gubernur BI untuk ditandatangani.
(fdn/nvc)