"Mudah-mudahan ini menjadi sumbangan yang besar untuk perkembangan demokrasi Indonesia ke depan. Artinya kami (lembaga survei) tidak akan lagi ditangkap dan dipidana, dan tidak perlu lagi menunggu 2 jam," ungkap anggota Persepsi, Fadjroel Rahman, usai sidang putusan di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Kamis (3/4/2014).
Dalam putusannya MK menyatakan Pasal 247 ayat (2), (5), dan (6), serta Pasal 291, Pasal 317 ayat (1) dan (2) Undang-undang (UU) nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pasal 247 ayat (2), (5), dan (6) secara garis besar menerangkan tentang larangan dirilisnya hasil survei di masa tenang pemilu. Dalam hal ini untuk pemilu legislatif dilakukan pada tanggal 6, 7, 8 April 2014. Jika merilis hasil survei di masa tenang masa yang bersangkutan dapat dipidana.
Selain itu pasal tersebut juga melarang adanya quick count minimal 2 jam setelah waktu pencoblosan di bagian Indonesia paling barat. Putusan MK ini membatalkan itu semua.
"Artinya norma-norma tersebut tidak berlaku lagi. Seluruh penyelengara survei, quick count, media dan publik berhak mendapat informasi tentang hasil survei dan quick count tanpa adanya batasan waktu dan ancaman pemidanaan. ini perkembangan demokrasi yang patut kita syukuri," ujar Kuasa bidang hukum dan etik Persepsi, Andi Syafrani, Kamis (3/4).
(rna/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini