"Jadi pusat arkeologi nasional dalam penelitian salah staunya mencari jejak awal peradaban di nusantara periode Hindu-Budha. Melihatnya di daerah pantai utara di Jateng, Tegal, Batang, Kendal, dan Semarang," jelas Ketua Tim Eskavasi dari Pusat Arkeologi Nasional, Agustijanto Indradjaja saat berbincang dengan detikcom, Kamis (3/4/2014).
Peneliti gabungan dari Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi UGM Yogyakarta, Geomorfologi ITB Bandung, dan Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta, melakukan eskavasi sejak Selasa (1/4) hingga Selasa (8/4).
"Dan kita sudah survei tahun lalu di daerah Dusun Ngreco, Tuntang, Kabupaten Semarang ini," jelas Agus.
Di lokasi yang tengah dieskavasi ini di Tuntang, pernah ditemukan prasasti Syailendra yang bertahun 685 saka atau 763 masehi, sekitar abad ke 8. Prasasti itu kini berada di Museum Ronggowarsito, Semarang.
"Informasi masyarakat, di lokasi ini juga ditemukan batu-batu candi juga. Jadi baru tahun ini kita tindaklanjuti, kita coba lakukan penelitian intensif," imbuhnya.
Tim arkeolog juga sudah melihat kawasan di Batang yang dekat dengan pesisir pantai Utara. Di sana juga ditemukan jejak kehadiran wangsa Syailendra. Jadi dari masa ke masa, mereka bergerak semakin ke dalam.
"Ada di batang prasasti Syailendra, itu dekat pantai. Kita temukan prasasti tua juga abad ke 7," imbuhnya.
Yang menarik di Batang juga ditemukan batu-batu seperti pondasi candi. Tak hanya itu saja, juga ditemukan jejak batu-batu andesit, yang dahulu kala disebut tangga Budha.
"Batu itu menuju ke Dieng. Di Dieng itu juga banyak candi-candi," imbuhnya.
Penguasa Wangsa Syailendra yakni Raja Sanjaya pada abad ke 7 memang masih beragama syiwa. Namun ketika dia meninggal dunia, dia berpesan kepada penerusnya Rakai Panangkaran agar tak mengikuti jejaknya. Patut diduga Panangkaran ini yang membawa wangsa Syailendera menjadi pengikut Budha.
(ndr/gah)