Survei dilakukan dari tanggal 22-26 Maret 2014 dengan metode multistage random sampling. Responden dihadapi dengan kusioner dan wawancara kusioner dengan jumlah responden 1.200 orang. Survei ini memiliki margin of error sebanyak +/- 2,9%.
"Kampanye negatif sering diartikan sebagai kampanye hitam, padahal dua jenis kampanye ini berbeda fungsi. Kampanye negatif sendiri berdasarkan fakta yang jujur dan relevan, sementara kampanye hitam menggunakan rekayasa fakta dan tuduhan," ujar peniliti LSI Adjie Alfaraby dalam rilis survei di kantor LSI Denny JA di Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (2/3/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tahu di Amerika, kampanye negatif sangat populer hal ini menujukan proses pendewasaan demokrasi partai politik. Dalam survei kali ini hampir 85,3% publik meyakini kampanye negatif pada pemilu 2014 lebih sering dibanding pemilu 2009," imbuhnya.
Adjie mengatakan mayoritas publik menyatakan sikap setuju terhadap kampanye negatif. Lantaran publik dapat melihat rekam jejak dari partai tersebut berserta caleg yang diusung.
"Survei menunjukan bahwa sebanyak 64,2% publik menyatakan kampanye negatif penting bagi mereka sebagai pembelajaran politik, untuk mengetahui kekurangan dari kandidat atau partai politik," tuturnya.
Berikut hasil survei LSI tentang Kampanye Negatif pada pemilu 2014.
Menurut bapak/ Ibu seberapa sering bapak atau ibu mendengar kampanye negatif jika dibandingkan dengan pemilu 2009 ?
1. Lebih sering pemilu 2014 : 85,5%
2. Sama saja dengan pemilu 2014 dan 2009 : 6,5 %
3. Lebih sering pemilu 2009 : 3,3%
4. Tidak Tahu / Tidak Jawab : 4,9 %
Seberapa setujukah bapak/ibu isu-isu negatif terkait kandidat atau partai politik yang berdasarkan pada fakta yang benar diketahu oleh pemilih.
1. Sangat Setuju/ Setuju : 64,2 %
2. Tidak Setuju : 20,5 %
3. Netral : 12,5 %
4. Tidak Tahu / Tidak Jawab 2,8 %
(edo/rmd)