"Kalau (uang diyat Satinah) masih kurang, kalau ada masyarakat yang membantu silakan saja. Tetapi jangan sampai hal-hal ini dimanfaatkan oleh orang yang tidak tanggung jawab, apalagi mafia. Supaya hal itu diwaspadai, saya kira pihak kepolisian segera mengawasi," tutur Agung Laksono di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/2014).
Menurut Agung, pemerintah sudah memegang informasi terkait indikasi mafia diyat terhadap kasus TKI dari Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, tersebut. Namun pemerintah belum mengetahui mafia tersebut.
"Informasi sudah ada. Tetapi siapa orangnya belum," ujar politisi Golkar itu.
Agung juga berharap kasus Satinah tidak terulang dengan kasus TKI Darsem. Menurut Agung, Darsem terbebas dari hukuman pancung tapi kemudian Darsem mempertontonkan kemewahan.
"Jangan sampai keburu terjeblos atau jangan sampai sama dengan kasus Darsem di mana masyarakat memandang uang itu agar dia bebas dari hukuman pancung. Kemudian malah mempertontonkan kemewahan. Saya kira ini menciderai
kesetiakawanan sosial," bebernya.
Bila biaya diyat Satinah telah ditutupi pemerintah, uang sumbangan dari masyarakat bisa dialokasikan untuk TKI lainnya yang terancam hukuman pancung seperti Satinah.
"Kan ada 200-an orang yang punya potensi kasus seperti itu," ucap Agung.
Sebelumya, Dirjen Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Tatang Budie Utama Razak dalam 'Rakor Penanganan Kasus TKI yang Terancam Hukuman Mati' Kamis (14/3/2013), menyatakan adanya adanya indikasi mafia diyat pada kasus TKI.
"Kami memang mendapat indikasi, ada makelar diyat. Setelah kita bayar Darsem, selalu ada indikasi naik terus, tapi di satu sisi kita tidak ingin 1 nyawa melayang," kata Tatang.
(nik/nrl)