Kasus bermula saat Bantilan dan Yapto bertemu warga masyarakat di lapangan sepak bola Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi pada 11 Februari 2014. Dalam pertemuan itu, keduanya memperkenalkan diri sebagai caleg DPR RI dan calon senator DPD untuk wilayang Sulteng. Tidak lupa keduanya untuk memilih mereka pada 9 April esok dalam perhelatan lima tahunan.
Setelah itu, keduanya membagikan uang bantuan ke 8 gereja dan 2 masjid masing-maing Rp 1,5 juta. Hal ini diketahui oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) setempat dan keduanya pun diproses sesuai UU Pemilu.
Dalam tuntutannya, jaksa menuntut keduanya dihukum pidana percobaan selama 1 tahun dan jika mengulangi dalam kurun 1 tahun, keduanya dipenjara 6 bulan. Namun tuntutan ini kandas karena donasi ke rumah ibadah itu tidak melanggar UU Pemilu.
"Membebaskan para terdakwa dari dakwaan," putus majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sigli seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (1/4/2014).
Vonis ini diketok oleh ketua majelis hakim Agung Sulistiyono dengan anggota Deni Lipu dan Effendy Kadengkang. Dalam pertimbangannya, ketiganya dibebaskan karena sumbangan tersebut bukan ditujukan kepada peserta kampanye. Sebab yang dilarang adalah pembagian uang ke orang-per orang sebagai bentuk money politics.
"Pada umumnya tempat ibadah menyediakan kotak sumbangan, orang yang memasukkan sejumlah uang ke dalam kotak tempat menyumbang di segala situasi, tidaklah bertentangan dengan norma hukum. Demikian pula saat pelaksanaan kampanye," putus majelis pada 25 Maret 2014 lalu. Atas vonis ini, jaksa pun banding.
(asp/van)