Sri (46) merupakan salah satu dari beberapa pedagang asongan yang berjualan di luar Istora. Wanita tersebut membandingkan sikap para kader PKPI dengan kader lain yang beberapa waktu lalu juga pernah ikut kampanye disana.
"Tadi mereka jajan beli sendiri mbak. Kalau partai yang kemarin dibayarin sama partainya," jelas Sri kepada detikcom, Jumat (28/3/2014).
Lain Sri, lain halnya dengan Sartini (50). Wanita yang sudah hampir 5 tahun berjualan di sekitar Istora juga menceritakan pengalamannya berdagang saat kampanye salah satu partai (Partainya Gerindra) beberapa waktu yang lalu.
"Waktu itu modal dagangan saya Rp 600 ribu. Pada dijarah-jarahin semua sama simpatisannya. Tapi pas abis kampanye saya cuma dikasih duit Rp 150 ribu, temen saya Rp 200 ribu sama koordinatornya," ungkap wanita berkerudung ini.
Beruntung, kabar tersebut langsung terdengar ke telinga pihak partai. Akhirnya dagangan mereka diganti dengan sejumlah uang yang melebihi omset dagangan mereka.
"Ada yang diganti sejuta, ada juga teman saya yang nggak ikut dagang juga ngaku-ngaku dagang dapat (uang) juga," tuturnya.
Sartini mengaku heran dengan pendukung PKPI hari ini. Walaupun tak mempermasalahkan dagangannya yang tak begitu laku, dia mengaku heran dengan insiden pembagian 'uang transport' yang berujung ricuh hingga akhirnya para kader melempar kaos partai yang dibagikan sebelumnya.
"Masa janjinya Rp 25 ribu per orang tau-tau cuma dikasih Rp 15 ribu, jauh-jauh lagi dari Cilincing. Tambah lagi mereka jajan nggak dibayarin ya jelas ngamuk," tuturnya.
"Katanya Pak Sutiyoso sudah jadi Gubernur 10 tahun, mana duitnya? Masak buat bayarin kader aja nggak bisa," ungkapnya terheran-heran.
(rni/rvk)