Kakak ipar Satinah, Sulastri, menceritakan Satinah pernah rindu dengan makanan-makanan Indonesia. Ia meminta Sulastri membawakan makanan ringan berupa keripik pisang pada Desember 2012 lalu. Permintaan itu disanggupi. Tapi saat tiba di penjara Al Ghazi, keripik itu remuk.
"Sampai sana keripiknya hancur, tapi tetap dimakan. Katanya tidak apa-apa, namanya juga keripik," kenang Sulastri dengan mata berkaca-kaca di kediamannya Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Kamis (27/3/2014)..
Satinah jelas rindu akan keluarganya, terutama putri semata wayangnya, Nur Afriana. Pertautan hati keduanya sangat kuat. Mendekati batas waktu tersebut, Afriana sempat sakit-sakitan. Ia selalu terngiang-ngiang sosok ibunya. Kondisi fisiknya juga terkuras karena bolak-balik ke Jakarta untuk wawancara di sejumlah lokasi dan bekerja di BP3TKI serta kuliah di akhir pekan.
"Nur sempat sakit, kepikiran ibunya, badan capek, ada acara kantor juga, diajak ke Jakarta. Beban mental juga," ujar Sulastri.
Dalam komunikasi terakhir dengan Satinah hari Minggu lalu, Satinah berpesan kepada kakaknya agar menikahkan Nur jika sudah ada pria baik yang mendekatinya. Ia pun berserah diri namun tetap memohon doa agar bisa segera berkumpul kembali dengan keluarga.
(alg/try)