Partai Amanat Nasional (PAN) yang berbasis nasionalis religius menganggap wajar manuver-manuver seperti itu. PAN sendiri lebih memilih untuk berkoalisi dengan partai nasionalis dibanding sesama partai Islam.
"Manuver-manuver koalisi itu kewajaran. PAN konsisten setelah pileg baru melakukan koalisi. PAN kadang-kadang diidentikan partai Islam kadang nasionalis karena kita nasionalis religius," kata Ketua DPP PAN Chandra Tirta ketika dihubungi, Jumat (28/3/2014).
Chandra kurang setuju dengan wacana koalisi sesama partai berbasis Islam. "Saya rasa sudah beberapa kali tidak terjadi. Sekarang semua partai sama. Semua partai muslimnya banyak. Jadi tidak bisa didikotomikan," ujar anggota DPR Komisi I ini.
Jadi memang lebih baik berkoalisi dengan partai nasionalis? "Harus, untuk menjaga keseimbangan," imbuh Chandra.
Menurutnya saat ini PAN sedang fokus untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya saat Pileg. Meski sempat ada wacana Ketum PAN Hatta Rajasa sebagai cawapres dari Prabowo Subianto atau Joko Widodo, PAN tetap gigih mengusung Hatta sebagai capres.
"Kita tetap usung Hatta sebagai capres. Dalam rangka untuk dapat mengusung itu, kita harus dapat kursi sebanyak-banyaknya. Target kita antara 60-77 kursi di DPR, setiap dapil 1 kursi," tutur Chandra.
"Komunikasi politik dan lobi sudah dilakukan semua pihak. Ada 80% cocok atau 50% cocok. Kira-kira seminggu setelah Pileg sudah ada gambarannya," lanjutnya.
(van/van)