"Anak tidak boleh dilibatkan sebagai penonton kampanye. Ini tidak bagus bagi kesehatan jiwa anak. Dalam kampanye ada saling hujat, janji janji, dan ada dangdut berbau pornografi," jelas psikolog anak yang akrab disapa Kak Seto ini saat berbincang dengan detikcom, Rabu (26/3/2014).
Menurut Kak Seto, memang persoalan sebenarnya bukan pada dangdut atau cara kampanye yang tebar janji dan saling hujat, tapi pada keberadaan anak di lokasi kampanye.
"Anak-anak tidak boleh dilibatkan. Harus ada tindakan polisi untuk mencegah bila ada rombongan anak. Kalau perlu dibubarkan itu kampanyenya," jelas Kak Seto.
Sayangnya, para politisi, orangtua, dan penegak hukum seolah cuek. Anak-anak kerap menghiasi lokasi kampanye, bahkan ikut bersorak dan berjoget.
"Pendidikan politik bagi anak bukan seperti itu caranya, UU Pemilu dan UU Perlindungan Anak jelas melarang. Kalau memang mau memberikan pendidikan politik bisa dengan cara mendongeng, bergandengan tangan, bernyanyi bersama. Bukan dengan kampanye terbuka seperti itu," urai dia.
(rna/ndr)