Uniknya, dalam menjalankan misi penyelundupan, John Lie terbiasa membawa Injil. Karena itu, Roy Rowan, wartawan majalah Life, yang mewawancarainya, mengabadikan kisah perjuangan John Lie dengan judul βGunsβAnd BiblesβAre Smuggled to Indonesiaβ, yang terbit pada 26 Oktober 1949. Dari situlah John Lie dijuluki "The Great Smuggler with the Bible".
Menurut kesaksian Jenderal Besar AH Nasution pada 1988, prestasi John Lie βtiada taranya di Angkatan Lautβ karena dia adalah βpanglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republikβ, yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.
Ia pensiun pada 1967 dengan dua bintang di pundaknya dan mengganti nama menjadi Jahja Daniel Dharma. Masa pensiunnya, kata Rita Tuwasey Lie, keponakan John Lie, diisi dengan berbagai kegiatan sosial.
Salah satu indikasi namanya cukup disegani, ketika dia wafat pada 27 Agustus 1988, banyak orang datang melayat, mulai Presiden Soeharto hingga anak-anak gelandangan. Selain itu, John Lie dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Puncaknya, pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional pada 2009 berkat usulan sejarawan Asvi Warman Adam dan Eddie Lembong dari Yayasan Nabil, sejak 2003. Terkait dengan hal itu, sejarawan muda dari Makassar, M Nursam, menulis buku "Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi: Biografi Laksamana Muda John Lie" (2008), yang diterbitkan Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil.
βJohn Lie orangnya tegas dalam bersikap dan bertindak. Kepekaan kemanusiaannya tinggi dan pasti sangat mencintai negerinya, Indonesia,β ujar Nursam.
Kesimpulan itu ia dapatkan berdasarkan sejumlah kesaksian dari orang yang pernah dekat dengan John, mulai istrinya, Margaretha Dharma Angkuw, hingga mantan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Laksamana Sudomo. Nursam mengaku tertarik menuliskan biografi tersebut karena John Lie keturunan Tionghoa.
βSaya ingin menunjukkan bahwa semua ras, etnik, dan golongan mempunyai saham dalam pembentukan Republik Indonesia,β ujarnya.
Buku tersebut melengkapi kisah tentang John Lie yang ditulis Solichin Salam dalam buku "John Lie Penembus Blokade Kapal-kapal Kerajaan Belanda" yang terbit pada 1988. Juga buku "Dari Pelayaran Niaga ke Operasi Menembus Blokade Musuh Sebagaimana Pernah Diceritakannya Kepada Wartawan" yang dimuat dalam buku "Memoar Pejuang Republik Indonesia Seputar 'Zaman Singapura' 1945-1950" karya Kustiniyati Mochtar terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2002.
*) Isi dari artikel ini sudah dimuat dalam Majalah Detik Edisi 114 yang terbit 3 Februari 2014
(nwk/trq)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini