"Aku di sana nggak dibayar, nggak betah. Saya disiksa, dipukul, dicakar. Di sana jadi pembantu, nyuci, ngepel," kata Yuli saat ditemui di Bogor, Kamis (20/2/2014). Yuli bisa keluar dari rumah itu setelah dijemput kakaknya dengan ditemani polisi.
Yuli berasal dari Ambon, Maluku. Dia merantau ke Jakarta untuk memperbaiki nasibnya. Saat di terminal Pulogadung, ada seorang pria yang menawarinya kerja di toko. Tapi kemudian dia malah dibawa ke rumah ibu M di Bogor.
"Waktu kerja, kalau dipanggil terus datang terlambat ditampar," jelas dia.
Tak hanya Yuli sendiri di rumah mewah itu. Ada belasan perempuan lainnya berusia 18-21 tahun. Mereka berasal dari sejumlah daerah mulai dari Jawa Tengah sampai Bima.
"Cuma ibu saja yang galak, bapak dan anak-anaknya baik," terangnya.
Keluarga jenderal polisi itu mempunya 3 orang anak. Seorang menjadi polisi dan ditempatkan di daerah Sumatera, seorang lagi menjadi pengacara, dan seorang lagi masih kuliah. Sang ibu memiliki sejumlah pria 'pengawal' yang menjaga agar PRT itu tak kabur.
Rumah milik istri purnawirawan jenderal itu dipagari kawat berduri. Seluruh pintu dikunci, jadi tak bisa keluar rumah para PRT. Kabur hanya mimpi.
"Waktu kesitu tanya teman-teman di situ gaji Rp 900 ribu, tapi 3 bulan Yuli kerja di situ tidak pernah dikasih, seribu pun gak dikasih. Pernah nelepon bapak di rumah, HP langsung diambil dan dibanting. Kata majikan aku sudah dibeli," tutup dia yang didampingi kakak dan ayahnya.
(mei/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini