Sembari menggendong cucunya yang masih berusia setahun, beberapa kali ia mencoba mengelak untuk menjalin pembicaraan.
Sudah hampir setahun berlalu kisah pilu pemotongan kelamin yang menimpa Abdul Muhyi, 22 tahun. Muhyi telah bekerja. Pelaku mendapat vonis 2,6 tahun dari Pengadilan Negeri Tangerang.
Namun masih begitu kentara kecurigaan yang dipancarkan oleh keluarga Muhyi kepada orang yang berkunjung untuk menanyakan perihal kasus tersebut.

Ketika detikcom berkunjung pada Selasa lalu (11/02/2014), Ibunda Muhyi berulang kali melontarkan pertanyaan yang sama, untuk memastikan bahwa yang datang benar-benar bukan mata-mata atau orang suruhan dari pihak perempuan (pelaku).
“Beneran wartawan? Bukan suruhan dari sono (pihak perempuan), bisa aja kan ngaku wartawan tapi sebenarnya orang suruhan dari sono untuk mata-matai di sini,” ujar Ibu Arah dengan logat Betawinya yang kental.
Dia akhirnya bersedia diajak berbincang dan percaya bahwa detikcom bukanlah orang suruhan dari pihak pelaku. Kendati demikian, ia enggan membeberkan kenapa menyimpan kecurigaan yang begitu besar kepada orang yang datang untuk menanyakan kasus Muhyi.
Ibu Arah mengaku tidak mengetahui bagaimana kelanjutan dan posisi kasus. Sebab, dari awal tragedi, ia lebih fokus ke penyembuhan Muhyi sejak dari rumah sakit hingga dibawa kembali ke rumah. Ia fokus ke pengembalian semangat Muhyi yang sempat down akibat kasus yang memalukan itu.
Pihak keluarga Muhyi sangat menjaga agar Muhyi tidak diajak untuk membicarakan kasus pemotongan alat kelamin tersebut. Sebab, keluarga khawatir akan dapat membuat ingatan Muhyi kembali mengingat dan memikirkan peristiwa itu hingga membuat semangat dan mentalnya jatuh lagi. Saat ini Muhyi telah bekerja menjadi sopir di sebuah rental mobil.
“Biarin dah dia udah kerja sekarang, udah semangat lagi, jangan ditanya-tanya ke dia lagi. Entar semangatnya jatuh lagi,” ujar Ibu Arah memohon.
Tetangga dekat Muhyi, Maemunah, juga menuturkan hal yang serupa. Ia berharap Muhyi tidak kepikiran lagi mengenai kasus yang menimpanya tersebut. Bagi Maemunah, kasus yang terjadi pada Muhyi tersebut hanya sebagai musibah.
"Jangan dikorek lagi, kasihan dia dan keluarganya, entar kepikiran lagi, udah tenang-tenang, entar kepikiran lagi bisa jadi ngobatin lagi,” ujar Maemunah dengan suara agak lirih.
(idh/brn)