Berikut wawancara khusus detikcom dengan Dr Sunarto, Senin (10/2/2014):
Tanggapan dari Bapak terkait hasil seleksi hakim agung kemarin?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya memang ada ambisi dan obsesi menjadi hakim agung, tapi setelah berusaha maksimal kita kembalikan kepada yang menentukan. Saya tenang saja, tidak ada kekecewaan sedikit pun, saya kembalikan kepada Tuhan. Saya tetap menjaga integritas saya, instropeksi diri, profesionalisme, meningkatkan intelektualitas saya.
Sejak 1985 jadi hakim, pasti ada keinginan untuk menjadi hakim agung. Jabatan amanah itu bagi saya ada dua. Amanah itu bahwa jabatan tidak boleh disalahgunakan, jabatan itu harus dilaksanaka secara profesional. Mungkin Tuhan belum berkehendak. Kadang saya berdialog dengan diri saya sendiri, "Narto kamu belum tepat maju sekarang."
Doa saya saat itu bukan lulus, tapi berikan yang terbaik Tuhan. Jika jabatan itu memberikan kemaslahatan bagi masyarakat bangsa negara ini, berikanlan, jika tidak, berikan kepada orang lain saja.
Kalau setiap hakim karir punya obsesi, puncaknya ya jadi calon hakim agung. Kedua memang saya didorong untuk ikut oleh pimpinan MA, dia mendorong saya belajar dengan baik.
Jadi sekarang tidak usah dipermasalahkan lagi. Menjadi Inspektur Badan Pengawasan, menjadi pejabat eselon 1 di MA di usia saya sekarang sudah capaian yang bagus. "Narto banyak tuh di pengawasan, banyak di situ yang masih bermasalah."
Apalagi ada 7 hakim yang dimajukan ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH) tahun 2013. Bulan ini ada 8 yang sudah disetujui untuk dimajukan ke MKH. Prinsip saya, tidak ada toleransi untuk segal bentuk pelanggaran. Tapi bukan berarti menghabisi karir orang lain, bukan itu.
Apakah menurut Bapak keputusan DPR ini sudah tepat? Bapak tidak mau mencari penjelasana lebih lanjut mengenai alasan DPR?
Allah telah memberikan yang terbaik bagi saya. Saya tidak ada komentar apa-apa.
Tanggapan keluarga?
Keluarga saya sih yang terbaik saja. Istri saya mengatakan yang terbaik untuk Papa. Kita kecewa, itu kan tidak boleh.
Tahun depan maju lagi?
Saya melihat perkembangan selanjutnya bagaimana. Jika tidak ada larangan mengikuti seleksi berturut-turut mungkin saya akan mengajukan diri lagi. Waktu itu kan 2011 saya gagal di DPR, lalu 2012 saya gagal seleksi KY karena memang waktu itu saya sedang menyelesaikan studi S3 saya di Universitas Airlangga.
Lalu tahun 2013 saya fokus mengikuti seleksi namun gagal di DPR. Oh iya, tahun 2009 juga saya sempat ikut seleksi dan gagal di KY.
Ada tahapan dalam seleksi calon hakim agung yang harus diperbaiki?
Untuk sementara ini saya tidak kometar dulu ya. Ini kan sudah selesai, sudah reda. Nggak perlu dipermasalahkan lagi. Biarkan antar lembaga berkomunikasi, MA dan KY, KY dan DPR, MA dan DPR. Semuanya kan memegang amanah.
Saya yakin semua di lembaga-lembaga itu ingin yang terbaik bagi negara ini. Saya selalu positif thinking. Kalo kita negatif thinking, menurut saya lebih baik instropeksi diri. Terasa nyaman dan tidak menyakiti pihak lain.
(rna/asp)