Edi juga dibebani membayar dendar Rp 50 juta subsidair 2 bulan penjara serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 379 juta.
Putusan terhadap Edi tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya dengan hukuman selama 2 tahun 6 bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan terdakwa yaitu mencapai Rp 630 juta. Bermula saat pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum akan membangun jalan raya bebas hambatan Kanci-Pejagan pada 2008. Ada lahan milik desa yang terkena peoyek pembangunan jalan tol tersebut seluas 19.641 meter persegi.
Terdakwa sebagai kuwu pun mengajukan permohonan pelepasan tanah pada Bupati Cirebon. Uang pengganti rugi tanah tersebut kemudian masuk ke dalam ke rekening desa sebagai pendapatan kas desa.
Dana tersebut seharusnya dikelola oleh terdakwa sebagai penanggung jawab anggaran untuk pembelian tanah pengganti. Namun dari Januari hingga Maret 2010, terdapat lima kali penarikan uang oleh terdakwa pada rekening tersebut dengan nilai total Rp 630 juta.
"Namun dari fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa pernah melakukan pembangunan jalan baru yang menelan biaya Rp 110 juta dan melakukan pembelian tanah seluas sekitar 9 ribu meter persegi senilai Rp 140 juta. Sehingga setelah diperhitungkan, kerugian negara yang harus diganti yaitu berjumlah Rp 379 juta," tutur Djoko.
Jika dalam 1 bulan setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap terdakwa tak bisa membayar kerugian negara maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang demi menutupi kerugian negara.
"Namun jika terdakwa tidak memiliki harta benda, maka diganti dengan hukuman penjara selama 6 bulan," katanya.
Atas putusan tersebut, terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut sementara JPU menyatakan pikir-pikir.
(tya/ern)