"Proses rekap suara itu dari TPS sampai tingkat nasional, bisa terjamin nggak, nggak ada jual beli suara dan sebagainya? Apakah dengan honor Rp 100 ribu di tiap TPS bisa kontrol sampai nasional?" Kata pengamat Pemilu dari Perludem Verry Junaidi dalam diskusi di KPU, Jl Imam Bonjol, Jaksel, Selasa (4/2/2014).
"Oleh karena itu menurut kami saksi parpol bukan jadi solusi, solusinya tetap pengawasan dari Bawaslu dan KPU," imbuhnya.
Verry mengatakan, harus diakui bahwa dana saksi ini hanya karena parpol memang tidak mampu biayai saksi yang jika diisi seluruh TPS perlu sekitar Rp 54,5 miliar.
Masalah kemudian adalah Bawaslu yang dipercaya pemerintah menyalurkan dana saksi harus tegas menolak. Bawaslu sudah punya kewajibannya melaksanakan mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).
"Menurut saya Bawaslu harus konsen dengan mitra PPL, bukan cuma teknis pengawasan tapi gimana jadi penyelenggara yang independen," ujarnya.
"Itu saja dicover kenapa harus ada saksi parpol dibiayai negara," tegas Verry
Justru jika Bawaslu mengamini menyalurkan dana kampanye bagi saksi parpol Rp 700 miliar, maka sama saja mendelegitimasi peran Bawaslu.
"Kalau Bawaslu setuju pengawasan parpol dibiayai negara artinya kita nggak percaya Bawaslu. Kalau setuju pengawasan negara dilakukan Bawaslu, maka tak ada urgensinya keberadaan Bawaslu," kritiknya.
(bal/van)