Pelaku frotteurism yang disebut frotteur, termasuk menderita penyakit kejiwaan yang berimbas pada penyimpangan perilaku seksual. βDia tidak bisa melakukan hubungan seksual secara normal, jadi tidak bisa melakukan intercourse atau penetrasi seperti hubungan suami istri normal, justru dia mendapatkan kepuasan seksualnya dengan mengesekkan alat kelaminnya di tempat ramai,β kata Psikoseksual Zoya Amirin kepada detikcom, Selasa (28/1).
Maraknya pelaku yang bebas melakukan pelecehan menurut Zoya karena penanganan pelaku yang kurang tepat. Pelaku pelecehan dengan modus menggesek-gesekkan kelamin termasuk kategori penyakit kejiwaan. Jika tak segera ditangani akan berimbas pada perilaku penyimpangan seksual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βKenapa di Jakarta ini tetap parah, ya karena orang-orang ini dimasukkan ke penjara. Tapi kalau pelaku kriminalitas seksual ini adalah orang yang punya gangguan jiwa, harusnya dimasukkan ke tempat yang punya rehabilitasi jiwa,β kata Zoya.
Psikolog Universitas Indonesia Sani Budiantini Hermawan mengatakan, maraknya pelecehan seksual di angkutan umum juga karena faktor kurangnya penanganan dari pemerintah.
Hal ini diperparah oleh tingkat egoism masyarakat yang juga tidak melakukan tindakan apapun saat ada pelecehan seksual di tempat umum.
Adanya pembiaran dan kesempatan membuat pelaku pelecehan seksual bebas berkeliaran. Mereka menemukan kenikmatan ketika colek-colek atau menggesek-gesekkan kelaminnya ke orang lain. Tak hanya ereksi, pengidap frotteurism juga ada yang sampai ejakulasi ketika melakukan aktivitas seksual ke tubuh korban.
Jika berhadapan dengan pelaku demikian, Sani berujar para perempuan harus bersikap waspada. βJadi ya diri kita sendiri harus punya strategi, misalnya dalam memilih angkutan kalau sudah sampai berdesakan ya turun saja, atau kita pelototin pelakunya. Kalau pada malam hari jangan bertindak gegabah,β papar Sani.
(ros/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini