"Tidak ada yang salah!" kata Hamdan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2014).
Padahal sejumlah pakar hukum seperti Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki sama-sama menilai adanya kejanggalan hukum acara dalam putusan itu. Salah satunya surat bohong dan diendapkannya putusan hingga pembacaan selama 10 bulan. Komisioner KY Imam Anshori Saleh malah menilai wajar jika masyarakat mencium ada aroma judicial corruption atas putusan itu. Namun Hamdan bergeming. Dia menampik semuanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak banyak penjelasan yang diberikan mantan politikus PBB itu. Ia sempat melemparkan senyum ketika ditanya kemungkinan Dewan Etik memeriksa putusan itu. Namun Hamdan hanya berlalu meninggalkan kantornya.
Putusan UU Pilpres diketok oleh Mahfud MD, Akil Mochtar, Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, dan Anwar Usman pada 26 Maret 2013. Mahfud MD pensiun 4 hari setelah itu disusul Achmad Sodiki tidak lama setelahnya. Akil yang belakangan menjadi Ketua MK ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi.
Kejanggalan dalam kesepakatan 26 Maret 2013 itu, mereka menyetujui pemilu serentak. Tapi pada saat putusan dibacakan pada Kamis (23/1/2014), terdapat klausul 'pemilu serentak berlaku untuk pemilu 2019 dan seterusnya'. Padahal dalam surat ke Effendi Gazali pada Mei 2013, MK menyatakan putusan itu belum selesai.
(vid/asp)