Tercium Ada Aroma Judicial Corruption, Hakim Konstitusi: Ya Terserah

Tercium Ada Aroma Judicial Corruption, Hakim Konstitusi: Ya Terserah

- detikNews
Senin, 27 Jan 2014 18:04 WIB
Ahmad Fadhil (ari saputra/detikcom)
Jakarta - Aroma judicial corruption tercium usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilu serentak 2019. Putusan sudah diketok pada Maret 2013 tetapi baru dibacakan pada 23 Januari 2014.

"Karena proses pembuatan draft dan finalisasinya. Yang saya alami seperti itu. Draft lalu finalisasi prosesnya memerlukan waktu tidak satu hari atau dua hari," kata hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi kepada wartawan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2014).

Hakim konstitusi asal Kendal Jawa Timur itu menambahkan proses dari putusan hingga pembacaan memakan waktu yang berbeda-beda. Banyak pihak mendesak MK membuka diri menjelaskan ke publik atas keterlambatan pembacaan putusan itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya terserah, yang saya alami seperti itu. Ada proses penajaman, ada disenting opinion, ada penyusunan draft dan finalisasi sehingga memerlukan waktu sampai kemarin itu," ujar Ahmad Fadlil Sumadi.

Sementara itu, terkait surat-menyurat 2 bulan setelah putusan diambil pada tanggal 26 Maret 2013, Ahmad Fadlil Sumadi menekankan makna proses bukan berarti belum diputus. Akan tetapi proses yang dimaksud adalah finalisasi draft putusan.

"Pengertian proses itu kan ada finalisasi, pembacaan draft dan menyusun rumusan putusan," tutup Ahmad Fadlil Sumadi yang langsung beranjak menggunakan mobil dinas Toyota Crowne Royal Saloon warna hitamnya.

Putusan UU Pilpres diketok oleh Mahfud MD, Akil Mochtar, Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, dan Anwar Usman pada 26 Maret 2013. Mahfud MD pensiun 4 hari setelah itu disusul Achmad Sodiki tidak lama setelahnya. Akil yang belakangan menjadi Ketua MK ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi. Maria memilih berseberangan dan menolak pemilu serentak.

Dalam kesepakatan 26 Maret 2013 itu, mereka menyetujui pemilu serentak. Tapi pada saat putusan dibacakan pada Kamis (23/1/2014), terdapat klausul 'pemilu serentak berlaku untuk pemilu 2019 dan seterusnya'. Padahal dalam surat ke Effendi Gazali pada Mei 2013, MK menyatakan putusan itu belum selesai.

(vid/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads