"Akibat perbuatan pelaku, salah satu teman kami mengalami depresi sehingga harus menjalani perawatan di rumah sakit," tulis para korban dalam siaran pers yang diterima wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (22/1/2014).
Hal itu terjadi setelah pihak manajemen mengkonfrontir para korban dengan pelaku. Saat itu, para korban tidak siap secara psikologis untuk dihadapkan dengan pelaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku melakukan pelecehan seksual kepada para korban itu pada Maret hingga Desember 2013. Para korban sendiri saat itu tidak berani untuk berteriak atau melaporkan pelaku secara langsung karena merasa ketakutan dan malu, serta tidak adanya saksi ketika pelaku melakukan pelecehan itu.
Para korban sendiri baru melaporkan hal itu kepada pihak serikat pekerja kantor mereka, 12 Desember 2013. Serikat pekerja pun menindaklanjuti laporan para korban itu ke Direktur SDM dan Umum.
"Hasil keputusan rapat direksi atas kasus tersebut, direksi membebastugaskan pelaku sebagai kepala divisi pengembangan bisnis dan memutasikan pelaku kembali ke tempat asalnya," paparnya.
Butuh keberanian yang kuat bagi para korban untuk melaporkan atasannya itu ke jalur hukum. Hingga akhirnya, pada 10 Januari 2014, pihak direksi mempersilakan para korban dengan didampingi serikat pekerja untuk melapor ke pihak kepolisian.
"Kami berharap bisa mendapatkan keadilan dan dukungan dari direksi dan manajemen ketika melaporkan perkara ini ke polisi. Karena kami hanya ingin pelaku dan pendukungnya mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya supaya kasus seperti ini tidak terulang di kemudian hari sehingga memberi kenyamaan bagi perempuan untuk bekerja di ruang publik," tutup para korban.
(mei/ndr)