Hal itu diungkapkan Guru Besar Universitas Hasanudin Makassar, Prof Dr Nurul Idrus dalam seminar Narkoba Like yang diadakan Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK), Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (7/1/2014). Dia menyampaikan hasil penelitiannya terhadap 1.200 pengguna obat-obatan terlarang di DIY dan Makassar sejak tahun 2012 hingga sekarang.
"DIY merupakan salah satu dari 6 kota besar di Indonesia diketahui menjadi tempat peredaran obat-obatan dalam jumlah besar," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jenis ini masih mencampur bahan dari putaw dan sabu-sabu. Di kalangan pemakai narkoba, ada yang menggunakan jenis obat dari resep obat psikoaktif," katanya.
Menurut Nurul pengunaan obat dari resep dokter makin marak dilakukan sebagai salah satu cara mendapatkan obat yang dilarang keras peredarannya. Di Yogyakarta cukup ketat untuk mendapatkan obat-obat keras. Namun di Makassar masih sangat longgar.
Dia mengatakan dari 1.200 pengguna narkoba yang di jadikan responden untuk penelitian tersebut, mereka mengaku bereksperimen untuk menggunakan obat dari resep dokter. Obat tersebut digunakan untuk menggantikan obat yang sulit mereka peroleh.
"Obat dari resep dokter sering disalahgunakan oleh anak-anak remaja. Ini tidak pernah diperhatikan oleh para psikiatri," katanya.
Dari hasil penelitian itu lanjut dia, diketahui jenis bahan obat yang sering digunakan para pengguna narkoba di Yogyakarta adalah Camlet dan Reclona. Sedangkan di Makassar, jenis obat yang digunakan adalah Somadril, Subutex, Subuxon, Camlet dan Tramadol.
Aryanto Hendro, Kepala Sub Bagian Perencanaan BNNP DIY mengaku ada perluasaan jenis obat baru yang digunakan para pemakai narkoba. Namun pihaknya hanya melarang jenis obat-obatan terlarang yang diatur oleh Undang-undang saja.
"Fenomena ini sudah lama terjadi. Penggunaan zat sejenis narkoba, bentuknya ada yang herbal, vitamin, memang sudah marak," katanya.
(bgs/ndr)