Ini Jejak Pengungkapan Kelompok Teroris di Ciputat

Ini Jejak Pengungkapan Kelompok Teroris di Ciputat

Andri Haryanto - detikNews
Jumat, 03 Jan 2014 18:30 WIB
Ini Jejak Pengungkapan Kelompok Teroris di Ciputat
Jakarta - Jeratan hukum terhadap Abu Omar rupanya tidak mematikan sel-sel dan kelompok teroris. Meski Amir (pimpinan) yang menamakan kelompoknya sebagai Batalyon Abubakar ini berada di balik jeruji besi, metamorforsa kaderisasi sel teroris terus berkembang. Berikut adalah jejak-jejak pengungkapan teroris Ciputat yang dikomandoi oleh Dayat 'Kacamata'. Kelompok yang bergerak sporadis ini disebut-sebut merupakan buah dari faham yang diajarkan Abu Omar.

Abu Omar adalah terpidana terorisme yang diganjar 10 tahun penjara Lapas Cipinang. Dia ditangkap 4 Juli 2011 karena tertangkap tangan membawa senjata dan ratusan amunisi yang diketahui berasal dari wilayah konflik di Filipina Selatan.

Abu Omar menjadi motor dalam gerakan teror pasca pengungkapan teror di pegunungan Janto, Aceh. Abu Omar tercatat pernah melakukan upaya pembunuhan terhadap Wakil Ketua MPR Matori Abdul Jalil, bersama Sartono. Abu Omar memiliki nama alias Indra Kusuma alias Andi Yunus alias Nico Salman. Kepala BNPT Ansyaad Mbai menyebut Abu Omar adalah pengikut NII, suatu aliran yang menginginkan tegaknya syariat Islam di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kelompok jaringan Abu Omar yang belum tertangkap ini kemudian berkolaborasi dengan eks anggota JAT, seperti Wiliam Maksum dan Budi Syarif dan beberapa orang lainnya," kata Karopenmas Polri Brigjen Polisi Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2014).

Dari situ mereka melaksanakan pertemuan yang dikenal dengan 'Deklarasi Situ Gintung 2012'. Hadir dalam pertemuan itu Dayat dan Abu Roban, Nurul Haq, dan beberapa orang lainnya. Beberapa diantara mereka tewas dalam penyergapan, Selasa (31/12/2013). Beberapa diantaranya juga terlibat dalam bom Beji, Depok, yang meledak pada September 2012.

Deklarasi tersebut menyepakati untuk meneruskan pergerakan yang pernah dipimpin Abu Omar. Salah satunya mengenai pembagian wilayah untuk operasi fa'i dan komando gerakan yang dipimpin oleh Kodrat alias Polo alias Deko, serta pembagian tugas yang akan dibebankan kepada masing-masing orang dalam kelompok teroris tersebut.

"Kegiatan dilakukan untuk kelangsungan kegiatan kelompok mereka dan agar tujuan tercapai. Mereka mulai berupaya mencari bahan peledak dan senjata api," kata Boy.

Namun, dalam perjalannya kelompok ini tidak berjalan mulus. Ada selisih paham diantara Kodrat dan Abu Roban. Sumber detikcom mengatakan, perselisihan tersebut didasarkan kepada pembagian hasil rampokan dan juga perebutan wilayah untuk dijadikan target teror dan pengumpulan dana. Di lain sisi, Abu Roban akhirnya membentuk sel baru dengan bendera Mujahidin Indonesia Barat (MIB). Deklarasi pun dilakukan di Pegunungan Kamojang, Garut, Jabar.

"Kelompok ini memiliki visi untuk membantu perjuangan jihad kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Santoso yang berpusat di Sulawesi Tengah," terang Boy.

Sederet perampokan bersenjata pun dilakukan kelompok ini. Mulai dari toko HP sampai dengan beberapa bank di wilayah Jawa dan Sumatra. Hasil yang didapat pun mencapai ratusan juta. Bila ditotal mencapai Rp 2 miliar lebih.

"Fakta bahwa MIB membantu kelompok Mujahidin Indonesia Timur adalah adanya pengiriman senpi dan amunisi dari Bandung ke Makassar yang dibeli dari hasil beberapa aksi perampokan di beberapa wilayah di Indonesia seperti Bandung, Jawa Tengah, dan Jakarta," kata Boy. Senjata tersebut dari Makassar selanjutnya dibawa menuju Poso.

Abu Roban sendiri tewas dalam upaya penyergapan Densus 88 di Kendal, Jawa Tengah, 8 Mei 2013. Dari dokumen yang ditemukan, penyidik pengembangan penyelidikan dan berhasil menangkap beberapa kelompok Abu Roban di Makassar, Yudi alias Umair, dan di Bima, Indra alias Jendol. Kelompok Makassar diketahui pernah berupaya membom Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo.

Di hari yang sama dengan penangkapan Abu Roban, kelompok Wiliam Maksum di Bandung pun terungkap. Wiliam adalah pemasok senjata yang dibelinya dari Cipacing, Jabar. Senjata dibuat dengan memodifikasi air gun dengan menggunakan laras organik. September 2013 Polda Metro Jaya menangkap pengrajin sekaligus pemasok senjata pesanan Wiliam Maksum, Cucu Suryaman alias Api alias Ayung alias Kurnia, di Cipacing.

Adapun pengungkapan teroris Dayat Cs bermula dari hasil analisa penyelidikan kepolisian terhadap motor yang ditunggangi Nurul Haq saat menjadi eksekutor penembakan anggota kepolisian di Pondok Aren. Berbekal motor tersebut, aparat menangkap Topan di Tasikmalaya. Dia diketahui sebagai pemasok motor untuk operasional Nurul Haq.

"Pengembangan penyidikan dari beberapa tersangka yang telah lengkap dari penyidikan intelijen secara intensif berujung pada Anton alias Septi, yang merupakan tersangka kasus peletakan bom di Vihara Ekayana, Tanjung Duren, Jakarta Barat. Dan terkait peledakan bom Beji, September 2012," ujar Boy.

Penangkapan terhadap Anton alias Septi kemudian dikembangkan, sehingga berujung pada pengembangan penangkapan pada tersangka yang berlokasi di Kampung Sawah, Ciputat. Enam teroris tewas dalam penyergapan tersebut. Hasil penggeledahan, polisi menemukan beberapa pistol rakitan dan pen gun, serta beberapa bom pipa hasil rakitan kelompok tersebut.

Meski aparat sempat meminta kelompok tersebut menyerahkan diri, namun imbauan tersebut dibalas dengan granat dan tembakan dari para pelaku. Alhasil, Densus 88 mengambil langkah akhir dengan melakukan tindakan tegas terhadap mereka.

"Ini bukan eksekusi, ini upaya penangkapan atas segala aksi terorisme yang telah mengakibatkan banyak korban jiwa dan material," kata Boy.

"Sudah banyak contoh petugas kita yang jadi korban karena kalah cepat, ini bukan eksekusi yang didasarkan pada kasus terorisme yang ada di Indonesia. Dirayu apapun mereka tidak mempan, bukan kita tidak ingin menangkap hidup-hidup, kita ingin mereka hidup, tapi jalan yang mereka ambil berbeda, mungkin masalah harga diri," imbuhnya.

(ahy/mpr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads