Anulir Vonis Bebas di Kasus Korupsi, MA Tegaskan Larangan Analogi Pidana

Anulir Vonis Bebas di Kasus Korupsi, MA Tegaskan Larangan Analogi Pidana

- detikNews
Selasa, 31 Des 2013 11:22 WIB
Jakarta - Sempat dilepaskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, kini Teguh Tri Murdiono siap-siap jatuh miskin. Sebab selain dipidana 5 tahun, harta benda Rp 4,8 miliar hasil korupsi pengadaan barang RRI Purwokerto itu harus dikembalikan ke negara.

"Terdakwa tidak mempunyai inisiatif untuk mengembalikan kerugian negara, perbuatan terdakwa menghambat pembangunan dan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi," putus ketua majelis kasasi Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja seperti dilansir oleh panitera MA di websitenya, Selasa (31/12/2013).

Teguh lolos dari tuntutan jaksa selama 8 tahun penjara. Hal yang meringankannya yaitu sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam pertimbangannya, MA menilai PN Semarang telah salah menerapkan hukum. Pada satu sisi, Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto telah menjatuhkan pidana terhadap Teguh dengan pasal pemalsuan Surat Perintah Kerja (SPK). Atas putusan ini, PN Semarang lalu menilai Teguh tidak bisa diajukan lagi dengan delik korupsi karena nebis in idem. Menurut MA pertimbangan PN Semarang tersebut salah.

"Bahkan putusan PN Purwokerto dapat digunakan sebagai bukti dalam perkara di Pengadilan Tipikor Semarang sehingga memperkuat pembuktian unsur-unsur tindak pidana korupsi," putus anggota majelis lainnya, Prof Dr Krisna Harahap dan Surachmin.

Selain itu, MA menilai pertimbangan hukum PN Semarang tidak merinci di mana kesamaan unsur pemalsuan dan korupsi dalam kasus tersebut. Duduk dalam majelis PN Semarang tersebut hakim Asmadinata dan Kartini Marpaung. Keduanya belakangan ditangkap KPK karena menerima suap untuk kasus korupsi lain.

"Pengadilan Tipikor Semarang bahkan cenderung melakukan penafsiran analogi yang di dalam hukum pidana dilarang," ucap MA.

Kasus bermula saat RRI Purwokerto berencana akan membangun tower baru dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA/KL) 2008. Teguh selaku Direktur Utama PT Tiga Lima Empat Utama lantas melakukan kongkalikong untuk mendapatkan proyek tersebut. Proyek pengadaan barang yang tidak transparan tersebut lalu menyeret beberapa pihak ke meja hijau.

(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads