"Jumlah narkoba dalam bentuk sabu maupun dalam bentuk prekusor yang jumlahnya sangat besar. Sangat tidak adil apabila terdakwa yang menguasi, memiliki dan menyimpan barang bukti dalam jumlah sangat besar hanya dihukum pidana penjara 18 tahun," putus majelis kasasi yang terdiri dari Dr Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis dengan Sri Murwahyuni dan Prof Dr Surya Jaya selaku anggota majelis seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (24/12/2013),
Vonis 18 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) dan Pengadilan Tinggi Jakarta tidak adil. Sebab di kasus lain dengan bukti lebih ringan hukumannya sama seperti yang dijatuhkan kepada Sendy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi MA, perbedaan pemidanaan ini merupakan perlakukan diskriminatif dan menimbulkan disparitas pemidanaan dan berakibat menimbulkan rasa ketidakadilan. Selain itu, MA berpendapat penyebutan nama Hardiyanto sebagai pemilik barang hanya merupakan alasan Sendy untuk menghindari tanggung jawab pidana.
"MA berkeyakinan terdakwa adalah produsen pembuat sabu karena pada diri terdakwa ditemukan sabu dalam jumlah besar dan bahan-bahan pembuat sabu," putus MA pada 18 Desember 2012 lalu itu.
Sendy digerebek aparat kepolisian Polda Metro Jaya pada 9 Juni 2011 selepas maghrib. Aparat kepolisian membekuk Sendy di kos-kosannya di Jelambar, Jakarta Barat. Dari kamar kosnya, polisi mendapati peralatan membuat narkoba jenis sabu dan juga bubuk bahan sabu seberat 1 kg.
(asp/nrl)