Ketika Ahok Terusik Pelacuran

Kontroversi Lokalisasi Prostitusi

Ketika Ahok Terusik Pelacuran

- detikNews
Selasa, 24 Des 2013 11:37 WIB
Beberapa pelacur menutupi wajahnya saat petugas melakukan razia di Surabaya. (Foto: Rois Jajeli)
Jakarta - Sebagai salah satu potret buram ibu kota, persoalan prostitusi menjadi suatu realita yang belakangan mengusik Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Menyadari sulitnya memberantas praktik pelacuran, Ahok sempat melontarkan gagasan untuk membuat lokalisasi prostitusi resmi di Jakarta sebagai salah satu solusi.

“Kondisi (prostitusi di DKI) sudah makin parah dan makin mengkhawatirkan,” ujar Ahok dalam perbincangan dengan detikcom di ruang kerjanya pada Rabu (18/12).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecemasan Ahok memang sangat beralasan. Pelacuran yang terselubung dan tersebar liar tentunya menyulitkan pengawasan atau pengendalian. Efeknya, penyakit kelamin serta epidemi virus HIV/AIDS makin merebak, menginfeksi ibu-ibu rumah tangga. Di sisi lain, prostitusi juga makin menjangkiti remaja hingga anak-anak dengan penetrasi media internet.



Semakin parahnya praktik prostitusi terlihat nyata dari tumbuh suburnya bisnis "esek-esek" ini di setiap sudut ibu kota. Baik yang secara terang-terangan maupun terselubung dengan menggunakan bermacam modus.

Mulai yang menjajakan diri di pinggir jalan, yang berkedok panti pijat dan tempat-tempat hiburan malam hingga pedagang kopi asongan atau yang dikenal dengan istilah kopang pun tak ketinggalan.

Menggeliatnya praktik prostitusi di Jakarta juga sudah bukan hal yang baru. Dalam penanganannya, Jakarta pernah mencoba kedua cara, yakni mendirikan lokalisasi pelacuran, maupun membubarkannya. Pada masa Gubernur Ali Sadikin, lokalisasi Kramat Tunggak, yang konon terbesar di Asia Tenggara berdiri di kawasan Koja, Jakarta Utara.

Kemudian, lokalisasi ini dibubarkan pada era Gubernur Sutiyoso, pada 1999. Sebagai gantinya di sana dibangun Jakarta Islamic Centre. Sayangnya, penutupan itu, menurut pandangan Ahok, juga tidak mengakhiri masalah pelacuran di ibu kota.

“Coba kita lihat, kita habiskan berapa uang untuk membereskan Kramat Tunggak, sekarang berdiri sebuah Islamic Centre yang bagus, tapi apakah sekarang pelacuran di DKI stop? Lebih tidak terkendali sekarang! Artinya apa, persoalannya bukan menutup lokalisasinya tapi bagaimana Anda mengidentifikasi siapa yang jadi PSK,” beber Ahok.

Dia berargumen, upaya lokalisasi tak berarti pemerintah mengizinkan prostitusi. Sebaliknya, langkah ini akan mempermudah pemerintah mengindentifikasi dengan jelas para pelaku praktik prostitusi dan membantu mereka yang terjebak menjadi pelacur sebagai korban masalah ekonomi dan sosial.

Di sisi lain, lokalisasi resmi bisa membantu pemerintah membatasi dan mengendalikan dampak negatif pelacuran, seperti penyebaran penyakit yang membahayakan.

“Ini dalam rangka supaya Anda tidak menyebarkan penyakit kepada orang lain, dan saya bisa kontrol dan bantu, sebab Anda itu korban. Iya, kan," Ahok menegaskan.


(brn/brn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads