Banten mungkin bukan satu-satunya Provinsi yang Gubernurnya terlibat tindak korupsi dan Gubernur harus ditahan. Namun dengan ditahannya Gubernur Ratu Atut Chosiyah karena tuduhan korupsi, permasalahan bagaimana Pemprov Banten selanjutnya diatur ternyata menimbulkan masalah.
Tulisan ini bukan untuk membahas kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, tetapi bagaimana penanganan Provinsi Banten selanjutnya. Masalah ini tampaknya tidak berbeda dengan provinsi lain yang Gubernurnya terkena perkara dan harus ditahan, Ratu Atut Chosiyah tidak mungkin dibebaskan sebelum pengadilan dilakukan. Setelah pengadilan dilakukan bukan tidak mungkin Ratu Atut Chosiyah akan langsung menjalani hukumannya, sehingga ia praktis tidak akan kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan undang-undang, bila gubernur tidak bisa menjalankan tugas, wakil gubernur harus siap mengambil alih tanggung jawab dan posisi yang bersangkutan. Situasi itu dihadapi oleh Rano Karno, Wakil Gubernur Banten yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada pemilihan kepala daerah lalu saat berkoalisi dengan Partai Golkar, yang mencalonkan Atut sebagai gubernur.
Namun, PDIP tampak masih bersikap hati-hati. Politisi PDIP, Eva Kusuma Sundari, menegaskan bahwa meski ditahan, Atut secara formal masih gubernur "Jadi otoritas untuk menjalankan pemerintahan ada pada beliau," kata Eva di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.
Untuk itu, perlu pendelegasian kepada anak buahnya di pemerintahan untuk memastikan tugas-tugas pelayanan masyarakat di Banten terus berlangsung. "Bu Atut tahu bagaimana mengendalikan pemerintahan dan mengerahkan sumberdaya termasuk SDM seperti wakil gubernurnya untuk mengeksekusi (tugasnya)," kata dia.
Hal yang sama diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristianto. Menurutnya, PDIP --tempat Wakil Gubernur Rano Karno berasal-- sejak awal tidak ingin memanfaatkan persoalan hukum Atut untuk mendapatkan keuntungan politik. Untuk itu, PDIP akan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pemerintah. "Itu sepenuhnya sudah ranah Presiden melalui pertimbangan mendagri terhadap kondisi yang terjadi di Banten," ujar Hasto.
Wakil Ketua Komisi II Bidang Pemerintahan DPR, Hakam Naja, mengatakan bahwa status Ratu Atut Chosiyah masih menjadi Gubernur Banten aktif meski telah ditahan oleh KPK. "Kalau terdakwa baru nonaktif, ini kan tersangka tapi ditahan," kata Hakam. Sehingga, menurut Hakam, Wakil Gubernur Rano Karno bisa menjadi pelaksana tugas gubernur. "Wakil bisa menjadi semacam ex officio, menjalankan tugas-tugas Gubernur, kalau sudah masuk pengadilan baru dia nonaktif," kata Hakam.
Sebab, dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan, jika seorang Gubernur masih tersangka, tidak serta merta menyebabkan Atut diberhentikan menjadi Gubernur. Kata Hakam, Rano Karno bisa menjadi Gubernur ketika keputusan hukum terhadap Atut sudah tetap. Anggota Komisi Pemerintahan DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Malik Haramain, menilai bahwa posisi Atut yang ditahan saat ini tak memungkinkan memimpin pemerintahan Banten dengan baik. Sehingga, kata dia, pemerintah pusat harus segera mengambil tindakan cepat untuk menjamin pemerintahan Banten tetap efektif dan bisa melaksanakan pelayanan publik.
"Sikap pemerintah pusat yang menunggu status Atut berikutnya, secara politik, akan merugikan masyarakat Banten dan menimbulkan ketidakpastian," kata Malik.
Satu-satunya cara untuk menyelamatkan Banten, kata Malik, DPRD Banten segera melaksanakan rapat paripurna istimewa dan merekomendasikan usulan penonaktifan Ratu Atut kepada Kementerian Dalam Negeri (sumber : vivanews.com tanggal 20 Desember 2013)
Keraguan Pejabat
Persoalan siapa yang akan melanjutkan memimpin Banten setelah Gubernur Ratu Atut Chosiyah tidak bisa aktif kembali, belum bisa ditetapkan diduga hanya karena keragu-raguan terhadap prosedur dan kurangnya ketegasan dari para pejabat yang mempunyai wewenang memutuskan.
Untuk mencegah berlarutnya persoalan yang bisa mengakibatkan semakin parahnya situasi Banten yang ternyata merupakan provinsi termiskin nomor tiga di Indonesia, maka keputusan siapa yang sesuai prosedur melanjutkan tugas sebagai Gubernur sebaiknya segera ditetapkan.
Melihat besarnya kekayaan Provinsi Banten, maka membiarkan provinsi tersebut berada pada kondisi kemiskinan karena tidak adanya kejelasan siapa pimpinan daerah Banten, jelas sebuah kebodohan yang tidak seharusnya terjadi.
Sebaiknya tidak memasukkan lagi sebagai pertimbangan seolah-olah Ratu Atut Chosiyah masih berhak memimpin lagi. Tanpa mendahului keputusan pengadilan, Ratu Atut Chosiyah pasti tidak akan kembali dan pimpinan Pemprov Banten harus ditetapkan.
Sebagai saran yang perlu disampaikan, Presiden SBY dalam keadaaan semua pihak ragu-ragu dan tidak berani mengambil keputusan, sebaiknya segera memutuskan agar Wakil Gubernur mengambil alih pimpinan Pemprov Banten. Adapun apabila setelah itu ada beberapa risiko yang harus dipikirkan dan diatasi, maka risiko-risiko tersebut adalah konskuensi yang harus dihadapi setelah penetapan penerus pimpinan Pemprov Banten pasca Ratu Atut Chosiyah, ditetapkan. Jangan sampai pimpinan negara ini terkendala, karena ketakutan menghadapi berbagai kendala yang mungkin terjadi.
*) Linda Rahmawati adalah peneliti muda di Forum Dialog (Fordial), Jakarta.
(nwk/nwk)