Hal tersebut terungkap dalam diskusi tentang urgensi UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di kantor Komnas Perlindungan Anak, TB Simatupang No 33, Jaktim, Senin (23/12/2013). Hadir sebagai pembicara Dirjen HAM Kemenkum HAM Prof Dr Harkristuti Harkriswono, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, dan Dirjen Rehabilitas Sosial Kemensos Dr Samsudi MM. Para peserta diskusi adalah penyidik dari kepolisian, jaksa dan dinas terkait.
"Kita dari Komnas PA sangat apresiasi terhadap UU ini karena menganut dua sistem, yakni restorasi dan diversi. Ini bisa jadi terbaik di dunia, baik dari segi korban mau pelaku di bawah umur," kata Arist dalam diskusi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini penyelesaian perkara dengan melibatkan pelaku korban keluarga, keluarga pelaku dan korban, saksi serta pihak terkait untuk sama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pada proses healing atau penyembuhan ke kondisi semula," jelasnya.
Sementara diversi berarti pengalihan penyelesaian perkara anak dari peradilan pidana ke proses luar peradilan dengan menggunakan asas perlindungan, keadilan non diskriminasi dan kepentingan terbaik bagi anak. Langkah pemidanaan dianggap sebagai upaya hukum terakhir.
Dirjen HAM Harkristuti mengatakan, UU ini akan berlaku secara efektif di tahun 2019 nanti. Namun sejak 1 Agustus 2014 akan mulai diberlakukan sambil terus mempersiapkan semua kelengkapan, mulai dari sumber daya manusia, sarana dan pelatihan bagi penyidik.
"Termasuk proses sertifikasi bagi polisi anak, mahkamah agung anak dan pihak-pihak terkait lain yang dikhususkan pada penanganan SPPA," terangnya.
(mad/nrl)