"Kejadian pemblokiran bandara Turelelo dan menghadang pendaratan pesawat Merpati dengan memarkir mobil di landasan jelas-jelas merupakan membahayakan keselamatan penerbangan dan sudah melanggar UU Penerbangan dan UU No.9 tahun 1998 tentang unjuk rasa. Seharusnya aparat segera bertindak karena ini termasuk tindakan pidana," kata Yudi dalam surat elektronik, Senin (23/12/2013).
Menurut Yudi, kasus pemblokiran bandara Turelelo, akhir pekan lalu, adalah tindak pidana umum yang harus segera ditangani tanpa perlu delik aduan. Aksi koboi Bupati Marianus Sae sangat membahayakan penerbangan dan mengganggu ketertiban umum serta akan berdampak buruk pada citra penerbangan Indonesia di mata dunia internasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun sanksinya sebagaimana diatur dalam pasal 421 UU Penerbangan, setiap orang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Dan hukuman lebih berat dikenakan pada orang membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
"Apa yang dilakukan Bupati Ngada kemarin jelas-jelas melanggar pasal 210 dan membuat halangan (obstacle) di landasan sehingga pesawat tidak dapat mendarat. Sesuai UU Penerbangan, sanksi pidananya adalah 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar. Dan hal ini tidak cukup diselesaikan secara kekeluargaan. Harus ada sanksi agar memberikan efek jera dan tidak menjadi preseden buruk. Karena itu, hukum harus ditegakan agar tidak menjadi preseden buruk," tutup dia.
(ndr/mad)