Uang Pajak Jangan Dibajak
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Uang Pajak Jangan Dibajak

Jumat, 20 Des 2013 01:08 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Den Haag - Di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali kematian dan pajak (Benjamin Franklin). Pajak sudah menjadi urat nadi pemerintahan suatu negara. Di Indonesia sendiri pajak menempati 70% pos penerimaan negara, yang tahun ini ditargetkan sebesar Rp 995,22 triliun dari total penerimaan Rp 1.148,36 triliun. Meskipun demikian, hingga 7 Oktober 2013 realisasi penerimaan pajak baru mencapai 65,74%.

Ditjen Pajak mengakui kemungkinan besar tahun ini hanya mampu menghimpun 90% dari target yang ditetapkan. Beberapa tahun terakhir ini Ditjen Pajak tidak pernah mampu memenuhi target penerimaan pajak untuk mengisi pundi-pundi APBN. Penyebab permasalahan ini dapat ditinjau dari tiga aspek, yakni faktor internal Ditjen Pajak, tingkat ketaatan wajib pajak, dan kondisi perekonomian global. Ketidakberhasilan Ditjen Pajak menghimpun uang pajak disinyalir karena kurang optimalnya penggalian potensi pajak. Selain itu, celah peraturan perpajakan (loopholes) juga masih banyak, yang membuat wajib pajak dapat menghindar dari kewajiban membayar pajak. Yang terakhir, tidak semua petugas pajak memiliki semangat dan militansi tinggi untuk memenuhi target penerimaan pajak.

Wajib pajak selalu mencari celah peraturan untuk menyiasati agar pajak yang dibayarkan bisa sekecil mungkin. Di tahap inilah wajib pajak mulai membajak uang pajak. Memang belum ada peraturan yang melarang dilakukannya perencanaan pajak oleh wajib pajak, namun justru karena inilah praktik perencanaan pajak (aggressive tax planning) makin menjadi-jadi. Wajib pajak kurang menyadari bahwa dengan membajak uang pajak mereka telah menghambat pembangunan negara ini. Dampak selanjutnya akan menambah beban negara untuk mencari tambahan utang demi membiayai defisit penerimaan pajak. Pada akhirnya, akan menambah beban pemungutan pajak lagi untuk membayar utang-utang tersebut. Sebuah siklus yang tak positif untuk kesehatan APBN Indonesia. Kondisi ekonomi global juga harus diperhitungkan sebagai faktor yang berkontribusi tidak tercapainya penerimaan pajak. Bisa jadi memang benar alasan Ditjen Pajak yang mengatakan lemahnya kondisi pasar global mempengaruhi tidak tercapainya penghimpunan pajak ke kas negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ditjen Pajak perlu bekerja lebih keras lagi agar dapat mengatasi pembajakan pajak ini, sehingga realisasi target penerimaan pajak bisa tercapai. Celah-celah yang ada pada peraturan perpajakan harus segera ditambal agar wajib pajak nakal tidak bisa menyembunyikan kewajiban perpajakannya. Makin kompleks dan luasnya arus bisnis sekarang ini, menjadikan perusahaan multinasional (MNCs) disinyalir sebagai aktor utama yang melakukan penghindaran pajak besar-besaran (aggressive tax planning) di Indonesia. Diuntungkan dengan skema keuangan yang rumit, transfer harga antar perusahaan grup (transfer pricing) dan pengecilan modal (thin capitalization) menjadi skema andalan dalam penghindaran pajak. Tentu saja, praktik penghindaran pajak ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan multinasional saja, pengusaha lokal juga pasti memutar otak mencari cara untuk memperkecil pembayaran pajaknya. Oleh karena itu, Ditjen Pajak dituntut untuk memiliki petugas pajak yang canggih dari sisi kapasitas dan profesionalitas serta mumpuni dari sisi integritas, sehinga mampu mendeteksi praktik-praktik penyimpangan pajak tersebut dan kuat menghadapi godaan wajib pajak untuk bermain mata. Selain itu, semua petugas pajak juga harus memiliki militansi dan semangat tinggi, sehingga tidak pernah lelah menghimpun uang pajak karena sejatinya, para petugas pajak itu adalah pahlawan (APBN) bagi bangsa ini.

Mengingat betapa besarnya manfaat pajak yang dihimpun oleh Ditjen Pajak, mari bersama kita tingkatkan kesadaran dan kepatuhan akan membayar pajak demi tercapainya kemakmuran dan kemajuan bangsa. Masyarakat harus turut serta mengawasi pajak, jika terjadi penyimpangan segera laporkan kepada Ditjen Pajak. Begitu juga sebaliknya, jika ada petugas pajak yang bermain mata dengan wajib pajak segera laporkan ke Ditjen Pajak atau pihak berwenang. Dengan adanya penegakan hukum yang jelas dan keras bagi para pembajak pajak, harapan ke depannya negara ini akan aman dari pembajakan. Uang pajak jangan dibajak!

Keterangan Penulis: Penulis adalah pelajar Indonesia yang sedang menempuh Master in Business Administration di Saxion University of Applied Sciences, Belanda. (es/es)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads