Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono mengatakan, terdapat dua aturan yang mendasari keyakinan pihaknya untuk membawa penyelesaian kasus ini di jalur hukum. Setidaknya, ada dua Undang-undang (UU) yang mengatur mengenai perkeretaapian, yaitu UU 23/2007 tentang Perkeretaapian dan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
"Jadi, kami berharap ini harus diproses, diadili dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ini bukan kecelakaan kereta api," kata Sugeng saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (14/12/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dasarnya seperti itu, secara gamblang dan nyata bahwa truk ada di perlintasan dia tidak mendahulukan perlintasan di rel," kata Sugeng.
Mantan Kepala Humas Daop I ini menyayangkan ketidak hati-hatian pengemudi truk. Terlebih, truk tersebut bermuatan barang berbahaya. "Kalau kehati-hatiannya tinggi dia seharusnya berhenti," kata Sugeng.
Fakta lain yang disampaikan Sugeng adalah terkait dengan jeda waktu sterilisasi perlintasan. Biasanya, jelas Sugeng, diperkirakan sampai lima menit. Dengan interval waktu itu, diharapkan wilayah dengan sebidang perlitasan yang padat kendaraan dapat disterilisasi sejak sirine mulai dibunyikan.
"Tapi jeda waktu itu tentu berbeda dengan wilayah yang tidak terlalu ramai aktivitas keretanya," terang Sugeng.
Terkait dengan korban luka, kata Sugeng, sejak awal kecelakaan terjadi pihaknya telah membuka posko kesehatan guna membantu para korban kecelakaan.
Posko tersebut didirikan di beberapa rumah sakit yang menjadi rujukan para korban dirawat, yaitu di Rumah Sakit Suyoto, Rumah Sakit Bintaro, dan Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP).
"Posko yang didirikan ini sifatnya membantu para korban. Kami mendata untuk kemudian disampaikan ke pihak Jasa Raharja," katanya.
(ahy/tfn)