"Saya setuju kalau dendanya diberlakukan untuk memberi efek jera. Saya melihat pelanggar busway itu kan hanya Perda dan dikenakan sanksi maksimal Rp 500 ribu. Ini UU yang jadi payung hukumnya harusnya lebih tinggi," kata Kepala Humas PT KAI Sugeng Priyono saat berbincang, Jumat (13/12/2013) malam.
Sugeng menjelaskan jika aturan denda bagi pelanggar perlintasan KA sudah memiliki payung hukum yang jelas. Yang disesalinya adalah tak pernah ada penindakan tegas bagi para pelanggar perlintasan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu Sugeng sangat mengapresisasi keputusan Gubernur DKI, Joko Widodo yang akan menempatkan satpol PP atau petugas dinas perhubungan untuk membantu penertiban di perlintasan KA. Sambil menunggu perlintasan sebidang dibangun menjadi fly over atau underpass, penindakan dan penjagaan ini harus terlaksana.
"Penegakan hukumnya jalan, penertibannya juga jalan itu idealnya. Kita harapkan kerjasama semua pihak," ungkapnya.
Pembahasan denda maksimal pelanggar KA ini kembali marak pasca kecelakaan maut KRL KA 1131 rute Serpong-Tanah Abang dan truk pengangkut 24 kilo liter BBM milik Pertamina. Langkah ini pun mendapatkan dukungan untuk memberikan efek jera bagi para penerobos perlintasan kereta.
Sebagai payung hukum, saat ini ada dua kriteria sanksi yang sudah bisa diterapkan. Pertama berdasarkan Pasal 311 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas yang mengatakan perbuatan pelanggaran lalu lintas yang dengan disengaja, yang menyebabkan orang lain meninggal dunia akan diancam tindak pidana selama 12 tahun. Selain itu, Pasal 310 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas yang mengatur bahwa pelanggaran lalu lintas yang tidak disegaja hingga membuat orang lain meninggal dunia akan di kenakan sanksi pidana selama 6 tahun kurungan penjara.
(bil/gah)