Fenomena yang biasa disebut 'cewek cabe-cabean' itu identik dengan remaja putri yang keluar malam untuk sekedar nongkrong dan menonton adu balap di beberapa jalan protokol Jakarta. Seringkali, mereka juga dijadikan taruhan untuk berhubungan badan dengan pemenang balapan.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Aries Merdeka Sirait menilai, hal tersebut merupakan bentuk keputusasaan remaja perempuan. Dan hal itu tak terlepas dari fungsi pengawasan dari keluarga yang kurang ketat. Hal itu membuat perilaku anak-anak menjadi lebih bebas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya pengawasan orangtua lepas, tanggung jawab abai. Anak keluar sampai malam itu tindakan yang kurang pengawasan dari orang tua. Fungsi pengawasan lemah," sambungnya.
Selain dari fungsi pengawasan orang tua, lanjutnya, perilaku para remaja yang menyimpang itu biasanya berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Perilaku ini tak hanya merujuk dari keluarga miskin atau kaya, karena lebih kepada tanggung jawab orang tua yang sering lepas.
"Sering anak-anak itu mendapat kekerasan di rumah. Lalu mereka keluar. Bukan cuma miskin kaya, kadang yang menengah juga permisif dan hedonins," kata Aries.
Dihubungi secara terpisah, Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) M Ihsan juga mengatakan, tingkat ekonomi suatu keluarga tidak berhubungan sejajar dengan perilaku anaknya yang menyimpang. Lebih kepada fungsi pengawasan dari orang tua.
"Tingkat ekonomi juga tidak serta merta mengindikasikan anaknya bermasalah. Sebetulnya semua tingkatan berpotensi untuk mengalami masalah, sejauh mana ortu menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya," tutur M Ihsan.
(rvk/dha)