Koordinator Formappi, Sebastian Salang, mengakui di tahun poltik ini memang sudah sangat rawan terhadap permainan anggaran dengan berbagai macam modus. Misalnya, di eksekutif pelakunya pasti berusaha meningkatkan anggaran yang mudah untuk dicairkan. "Dan dari sisi pertanggungjawabannya juga itu tidak jelas," kata Sebastian kepada detikcom, Ahad (08/12).
Sebastian mencontohkan lagi, misalnya, dana bantuan sosial pasti trennya akan meningkat di semua instansi. Lalu kemudian muncul mata anggaran yang agak aneh-aneh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain di tingkat eksekutif, permainan anggaran juga terjadi di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan modus yang mirip.
“Bagi DPR juga kurang lebih sama, atau DPRD. Kalau DPR itu kecenderungannya, lihat, ada banyak jenis tunjungan-tunjangan menjelang pemilu, atau besarnya anggaran tunjangan-tunjangan itu tiba-tiba meningkat drastis,” jelasnya.
Selain itu, Sebastian menambahkan, model modus rawan lain yang kemungkinan dimanfaatkan oleh para politisi yaitu dengan meminta dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dari masing-masing Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Sebab dana tersebut paling mudah dikeluarkan oleh BUMN dan pertanggungjawabannya tidak jelas."
Serupa dengan Formappi, Transparency International Indonesia (TII) menilai dari pengalaman sebelumnya potensi terjadinya korupsi menjelang pemilu tahun depan sangat besar. Dengan modus yang saling terkoordinasi, anggaran dan proyek dari pemerintahan bisa jadi “mainan” para elite partai.
Direktur Program TII Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan persoalan utama adalah kecenderungan perputaran uang menjelang Pemilu sangat besar karena kebutuhan untuk kampanye.
Menurut pria yang akrab disapa Bram ini, lemahnya pengawasan membuat anggaran dari pusat yang sebenarnya untuk pembiayaan pelayanan publik diselewengkan. Sementara, belum ada masterplan yang sistematik ke daerah menimbulkan calo anggaran yang kerap bermain mencari keuntungan.
“Skala kebutuhannya ini sangat besar karena kebutuhan kampanye memang tinggi,” kata Bram saat ditemui detikcom, Jumat lalu (06/12).
(brn/brn)