Jumlah perkara tindak pidana korupsi di Indonesia selama tahun 2011 saja mencapai 1.018 kasus. Adapun jumlah uang negara yang berhasil diselamatkan dari ratusan kasus tersebut, dalam bentuk rupiah sebesar Rp 68,46 miliar dan dalam bentuk dolar sebanyak US$ 2.920,56.
Dalam dua tahun terakhir, indeks persepsi korupsi Indonesia versi Transparency International (TI) berada pada angka 2,8 dengan rangking 110 dari 178 negara pada tahun 2009 dan angka 2,8 dengan rangking 110 dari 180 negara terkorup pada tahun 2010. Sedangkan versi Political and Economic Risk Consultantcy Ltd (PERC), Indonesia memiliki indeks persepsi korupsi 8,32 pada tahun 2009 dan 9,10 pada tahun 2010, serta menempatkannya sebagai negara terkorup di Asia yang berada di bawah Vietnam dan Filipina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut data hasil kajian Indonesia Public Institute (IPI), biaya kampanye calon kepala daerah untuk tingkat kabupaten mencapai Rp 5 miliar. Sementara untuk tingkat provinsi bisa mencapai Rp 100 miliar. Hingga Juli 2013, 298 kepala daerah dari 524 total jumlah kepala daerah di Indonesia tersangkut masalah korupsi. Baik sebagai saksi, tersangka terdakwa atau terpidana korupsi. Para kepala daerah paling banyak beramai-ramai terlibat dalam korupsi APBD yakni pengadaan barang dan jasa.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rentang waktu 10 tahun terakhir berhasil menangani sebanyak 385 kasus tindak pidana korupsi. Sejak KPK dibentuk atau tahun 2004-2013 ini telah banyak menangani kasus kejahatan tindak pidana korupsi. Sedangkan jumlah perkara yang telah ditangani di tahun 2013 sebanyak 48 kasus.
Dari 385 kasus yang ditangani KPK tersebut masing-masing melibatkan anggota DPR dan DPRD sebanyak 72 kasus, kepala lembaga/kementerian sebanyak sembilan kasus, duta besar sebanyak empat kasus dan komisioner terdapat tujuh kasus. Sementara yang melibatkan gubernur, terdapat sembilan kasus dan tahun 2013 ini ada satu gubernur harus berurusan dengan KPK.
Kasus kejahatan korupsi yang melibatkan walikota/bupati dan waki bupati terdapat 34 kasus dan tahun ini setidaknya terdapat dua kepala daerah harus menjalani proses hukuman. Khusus untuk pejabat eselon I,II dan III juga terlihat dominan dengan jumlah 114 kasus, hakim delapan kasus, swastaa 87 kasus dan lainnya terdapat 41 kasus.
Ekses negatif korupsi sungguh mengerikan, karena korupsi dapat menimbulkan berbagai ancaman terhadap kepentingan nasional mulai dari membengkaknya anggaran negara yang keluar tidak jelas sampai kepada kerusuhan sosial yang dipicu oleh penanganan terhadap kasus-kasus korupsi yang tidak dapat ditangani secepatnya.
Risiko jika kita terlalu lambat menyelesaikan korupsi juga berdampak sistemik mulai dari kesulitan untuk menarik investasi asing ke Indonesia sampai kepada semakin meluasnya moral hazard yang akhirnya menganggap korupsi adalah “kewajiban”, sehingga harus dilakukan secara berjamaah yang menyebabkan orang-orang yang tidak mau korupsi menjadi orang-orang yang dipinggirkan.
Korupsi juga menyebabkan tekad untuk memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan menjadi terkendala. Koruptor tidak menyadari bahwa tindakannya mencuri uang negara telah menyebabkan sebanyak 29,13 juga atau 11,96% penduduk miskin di Indonesia gagal disejahterakan, serta 7,6 juta orang yang menjadi pengangguran kesulitan mendapatkan pekerjaan, karena investasi enggan datang ke Indonesia karena akutnya korupsi. Inilah juga alasan yang logis, agar koruptor harus dihukum berat, termasuk kalau perlu dihukum mati.
Menyikapi Hari Anti Korupsi yang jatuh pada 9 Desember 2013, sejumlah elemen masyarakat di beberapa daerah akan mengadakan aksi unjuk rasa antara lain di Kota Sukabumi ada rencana 100 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sukabumi akan mengadakan unjuk rasa di Kantor Pemkot Sukabumi, DPRD Kota Sukabumi dan Bundaran Tugu Adipura Sukabumi.
Di depan Kantor Gubernur Banten, Serang, menurut rencana sekitar 200 mahasiswa dari Gerakan Banten untuk Rakyat (Gebrak) akan berunjuk rasa menuntut KPK mengusut kasus-kasus korupsi Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, sejumlah rencana aksi unjuk rasa memperingati momen Hari Anti Korupsi yang dilakukan gabungan beberapa elemen, KBM Tehnik Univ Haluoleo (UHO), KBM Hukum Unsultra, HMI MPO Cab Kendari, LMND Kendari, IMM Kendari dll memperingati Hari Anti Korupsi juga akan terjadi di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kota Baubau dengan menuntut KPK dan PPATK memeriksa kekayaan pejabat daerah yang dinilai tidak wajar dll.
Tidak ketinggalan aksi unjuk rasa juga akan terjadi di Kompleks Kantor Pemkab Jayapura, Sentani, Papua, Gerakan Mahasiswa Asal Jayapura Peduli Pendidikan (Gema Pena) berunjuk rasa menyoal pembayaran beasiswa mahasiswa asal Kabupaten Jayapura yang pencairannya dinilai terlalu lama.
Sedangkan di Jakarta, Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (Komando) akan berunjuk rasa di KPK menuntut penyelesaian berbagai kasus korupsi tanpa tebang pilih. Kalangan buruh juga memanfaatkan momentum hari anti korupsi dan hari HAM internasional dengan berunjuk rasa menuntut pemenuhan hak-hak normatif buruh.
Berbagai rencana aksi unjuk rasa di atas jelas tidak dapat dipandang sebelah mata, namun harus ada political will dan komitmen politik yang tegas dan kuat untuk memerangi korupsi. Sejauh ini, tidak ada pemimpin di Indonesia yang memiliki keberanian untuk mengatasi korupsi. Jangan-jangan korupsi juga salah satu mafia menakutkan di negeri ini.
*) Otjih Sewandarijatun adalah alumnus Universitas Udayana, Bali.
(nwk/nwk)