Petruk Presiden Nanti?
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom Djoko Suud

Petruk Presiden Nanti?

Senin, 09 Des 2013 10:15 WIB
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Jakarta - Tahun politik semakin dekat. Tapi calon pemimpin yang akan madeg sebagai Satrio Pinilih belum tampak. Maka festival keraton pun dimaknai sebagai simbol raja turun gunung. Jangan kaget idiom Satrio Piningit dan Satrio Kinunjara juga menunggu saatnya tiba. Selain kemungkinan tampil Petruk dadi ratu. Rakyat jelata yang bakal menjadi presiden. Inilah otak-atik gathuk (prediksi) soal itu.

Pekan kemarin ada gelaran festival keraton di Jakarta. Konon melibatkan 165 keraton se-Nusantara dan sepuluh kerajaan dari luar negeri. Sebagai tontonan, festival ini cukup menarik. Betapa kekayaan budaya negeri ini amat tak terkira. Itu terlihat dalam arak-arakan dan pameran yang ada di Monas.

Secara wadag, pameran ini hanyalah pameran. Greget dari pameran itu sekadar ramai dan ria. Tapi secara intuitif, pameran itu tak banyak menyentuh batin. Kereta kencana teronggok apa adanya. Sakralitas dari masing-masing seperti sirna. Dan penyelenggara, memunculkan bagian dari kejayaan masalalu itu hanya sebagai pajangan yang tidak bernas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun dalam antropologi simbol, pameran ini menyeret banyak sendi. Ada pendapat menyertakan lambang ‘penaklukan’ para raja, raja turun gunung untuk menagih kuasa, juga terlintas gambaran kuasa masa depan akan jatuh pada siapa. Maka di tengah acara seremoni ini terdapat banyak pesan. Pesan spiritualitas tentang sosok presiden negeri ini mendatang.

Dalam khasanah ini, terdapat beberapa idiom tentang sosok calon pemimpin. Ada Satrio Piningit, Satrio Kinunjoro, Satrio Pinandhito, dan tokoh sempalan yang dalam pewayangan disebut Petruk dadi ratu (rakyat jelata yang tampil sebagai pemimpin). Itu istilah yang ditempelkan pada figur yang pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini, atau pioner yang pernah difanatisasi rakyat.

Secara umum yang lebih mengemuka adalah idiom Satrio Piningit yang dobel tafsir, sosok atau wacana. Bisa tokoh yang secara batiniah diyakini akan tampil sebagai pemimpin. Atau bisa pula hanya sekadar gambaran dan harapan rakyat terhadap tokoh yang diidamkan di tengah situasi ‘chaos’ atau ‘sepi’ dari tokoh yang menonjol seperti saat ini.

Pemilu tahun 2014 segera tiba. Tidak biasanya pemilu adem-adem saja. Biasanya menggelegak nama tokoh yang diyakini bakal memimpin negeri ini. Partai yang potensial menjadi pelabuhan akhir rakyat untuk mendukung calonnya. Atau rekayasa-rekayasa yang menimbulkan pro-kontra.

Situasi sekarang mungkin cerminan apatisme rakyat terhadap berbagai lembaga. Dari partai politik, eksekutif dan yudikatif yang akrab dengan korupsi. Bisa pula karena rakyat skeptis dengan tokoh-tokoh yang sudah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden mendatang. Sulit dipilih dan dipilah baik-buruknya bak sebuah mata uang.

Dalam situasi seperti inilah Satrio Piningit dalam bentuk wacana menguat. Itu karena tokoh yang diidolakan bakal tampil sebagai pemimpin itu masih nihil. Sosok alternatif yang muncul kemudian adalah Petruk, Satrio Kinunjoro, dan Satrio Pinandhito. Ketiga tokoh ini yang punya kans menempati posisi orang nomor satu di negeri ini kelak.

Petruk adalah gambaran rakyat jelata. Dia sipil dan berasal dari desa. Jika kriteria ini dirujuk dengan tokoh yang sudah ada, maka gambaran itu bisa mengarah pada Jokowi, Dahlan Iskan, dan entah tokoh siapa lagi. Sedang untuk Satrio Pinandhito yang dulu diasumsikan sebagai gambaran Gus Dur rasanya belum ada.

Yang menarik jika Satrio Piningit itu diarahkan pada idiom Satrio Kinunjara yang dulu disematkan pada Bung Karno, maka selain ada Sigit Hardjo Wibisono dan Antasari, bisa pula Anas Urbaningrum (?) atau sosok lain yang terpenjara tidak karena korupsi. Terus apa hubungannya dengan kirab budaya di festival keraton?

Kendati banyak keraton dan rajanya yang enggan ‘mendaftar’ dalam festival ini, tetapi itu cukup mewakili simbol upeti, sendiko terhadap tampilnya pemimpin baru. Sabdo pandhito ratu maujud dalam takaran inferiornya. Benarkah Petruk yang bakal tampil sebagai presiden negeri ini?
Petruk yang bagaimanakah itu? Yang minus gaya ngawurnya, atau justru Petruk yang kemudian dicopot paksa jabatannya oleh sang ayah Semar?

*) Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati sosial budaya. Penulis tinggal di Jakarta.


(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads