Menjelang tahun politik 2014, Sespimmen Polri menggelar diskusi bersama para stakeholder Pemilu soal keamanan. Ketua Bawaslu Muhammad mencurigai praktik-praktik politik uang.
"Sekarang ini para timses sudah pintar. Kami pernah temukan pada suatu Pilkada ada yang H-1 itu mendatangi kantong-kantong suara yang kira-kira bisa dibeli. Kemudian para pemilih disuruh memfoto surat suara saat mencoblos," ujar Muhammad saat diskusi di Auditorium PTIK, Jl. Tirtayasa, Jakarta Selatan, Kamis (5/11/2013).
Ia pun bercerita bahwa para timses juga memberikan 'uang muka' untuk meyakinkan para pemilih tersebut sebesar Rp 50.000. Tak hanya itu, ia pun membeberkan temuan lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi karena membawa kamera dilarang, kami temukan metode dengan mencoblos ukuran besar. Misal pada waktu itu calon yang dipilih hanya satu yang berkumis, nah si timses minta coblosan yang ada kumisnya buat bukti," paparnya.
Oleh karenanya Bawaslu pun meminta standar ukuran coblosan pada surat suara. Karena praktik seperti ini membuat publik tak percaya pada hasil Pemilu sehingga berpotensi konflik.
"Ada distrust publik terhadap penyelenggara. Apa yang saya sampaikan di sini bahwa, ini harus jadi tanggung jawab kita bersama. Politik siap kalah, siap menang, dan satu lagi siap menerima hasil," pungkasnya.
Acara ini pun dihadiri oleh para petinggi partai politik, KPU, DKPP, Kemendagri, dan para peserta didik Sespimma Polri. Bertindak sebagai moderator adalah Karni Ilyas dan di sela-sela diskusi ada hiburan dari penyanyi Vicky Shu.
(bpn/van)