"Kalau saya mau mengatur kemenangan untuk Alstom Power Inc, saya mesti menghubungi panitia pengadaan PLTU Tarahan, Direksi PL, Tokyo Electric Power Services dan JBIC," kata Emir Moeis membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Sementara itu penasihat hukum Emir, Yanuar Wasesa menyebut JBIC sebagai pihak yang keterangannya paling dibutuhkan. Sebab keputusan pemenangan tender proyek PLTU menjadi kewenangan JBIC yang ikut dalam pembiayaan proyek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mempertanyakan alasan penyidik KPK. Apakah dikarenakan JBIC adalah lembaga dunia yang kredibel sekelas dengan World Bank, IMF, IBRD, sehingga KPK sulit untuk memanggil mereka? tuturnya.
Yanuar menegaskan kliennya tidak pernah berkomunikasi dengan pihak JBIS. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi dalam BAP sebagaimana dikutip dalam eksepsi, kliennya dipastikan tidak terlibat dalam proyek.
"Sehingga tidak masuk akal kalau klien saya dituduh menggunakan wewenangnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewajiban klien saya. Jadi, sangat absurd kalau klien saya disebut melakukan korupsi," ujarnya.
Emir didakwa jaksa KPK menerima duit US$ 423.958 dari Alstom Power Incorporate AS dan Marubeni Incorporate Jepang terkait proyek pembangunan PLTU Tarahan.
Duit diberikan ke Emir yang saat itu berada di Komisi VIII DPR bidang energi melalui Pirooz Muhammad Sarafi selaku Presiden Pacific Resources Incorporate. Tujuan pemberian duit agar Emir mengusahakan Alstom Power Incorporate sebagai pemenang tender PLTU Tarahan.
(fdn/mpr)