Kemampuan Matematika Siswa Shanghai Nomor 1 Dunia, China Dituduh Curang

Kemampuan Matematika Siswa Shanghai Nomor 1 Dunia, China Dituduh Curang

- detikNews
Kamis, 05 Des 2013 13:44 WIB
(PISA-OECD via CNN)
Jakarta - Shanghai menduduki tempat teratas dalam survei penilaian kemampuan siswa menurut Program for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD). Timbul pertanyaan mengapa Shanghai dan bukan China? Apakah survei itu mewakili potret pendidikan di China? Ternyata, China dituduh curang dalam survei ini. Kok bisa?

5 Besar teratas survei itu memang ditempati negara Asia, yakni Shanghai, Singapura, Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan. 2 Di antaranya adalah kota dari China, yakni Shanghai dan Hong Kong. Mengapa China diwakili kota-kotanya dan bukan China sebagai negara?

Berbagai media menyoroti data PISA-OECD ini, salah satunya TIME yang menuding China curang dalam survei itu. Apakah hasil itu mencerminkan hasil pendidikan di China secara keseluruhan?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

TIME mengutip artikel Tom Loveles, guru besar di Harvard dan sekaligus pakar pendidikan yang menuliskan masalah survei PISA ini pada 9 Oktober 2013, 3 minggu sebelum hasil survei dirilis pada awal Desember 2013. Judul artikel Loveles itu berjudul 'PISA's China Problem' dalam situs ww.brookings.edu.

Tom memaparkan data bahwa penduduk China adalah sekitar 1,35 miliar orang, sementara Shanghai berpenduduk 23-24 juta orang atau setara 1,7% dari total populasi China. Kemudian Produk Domestik Bruto (PDB) Shanghai adalah 2 kali di atas PDB rata-rata China secara keseluruhan.
Warga Shanghai yang melanjutkan ke perguruan tinggi dari SMA juga mencapai 84%, bandingkan dengan rata-rata China yang hanya 24%.

Kondisi serupa tapi tak sama juga terjadi pada Hong Kong yang adalah bekas koloni Inggris. Maka, tak heran warga Shanghai dan Hong Kong mengenyam pendidikan terbaik dibandingkan dengan warga lain di area mana pun di China.

Berkaca dari survei 3 tahunan ini pada 2009, Tom mengutip salah satu pejabat OECD yang bertanggung jawab atas survei PISA, Andreas Schleicher.

"Kami sebenarnya telah melakukan survei di 12 provinsi di China. Meski di beberapa wilayah miskin, Anda akan mendapati hasil yang mendekati rata-rata dari semua negara OECD," tutur Andreas.

Andreas juga mengungkapkan bahwa hasil dari mayoritas di provinsi China itu tidak bertujuan untuk menyembunyikan kemampuan siswa China yang rendah dan mungkin bisa mempermalukan pejabat pendidikan di China. Andreas mengungkapkan, tidak mengherankan melihat hasil kemampuan siswa di Shanghai, namun dia juga terkejut atas hasil yang diperoleh di provinsi pelosok di China.

Tom membandingkan data PISA-OECD 2009 itu dengan data Rural Education Action Program (REAP) Stanford University di mana diketahui tingkat kehadiran siswa di daerah pedesaan di China kurang dari 40%, tingkat drop out di tingkat sekolah menengah meningkat 25%, sekolah-sekolah yang tutup dan kekurangan tenaga pengajar atau kelas yang kelebihan murid, sampai 130 orang.

Berdasarkan hal itu hasil survei PISA-OECD dinilai tak mewakili hasil dan sistem pendidikan di China. Sedangkan negara-negara lain yang menjadi responden, survei PISA-OECD adalah rata-rata dari semua wilayah di suatu negara, bukan hanya satu atau dua kota saja.

"Dengan tidak menyerahkan data nasionalnya, China berpotensi curang," demikian tulis TIME.

Mengutip artikel Tom Loveles pula, Bloomberg Business Week menyimpulkan bahwa kenyataannya, "Siswa-siswi di China menerima pendidikan dengan beragam kualitas. Orang tua mereka sering membayar lebih untuk pendidikan, tergantung di mana mereka hidup dan bagaimana ambisi mereka untuk memilih sekolah kendati China menyeragamkan sistem pendidikannya dengan gratis, menurut UU Pendidikan di China tahun 1986."

Tom Loveles dalam artikelnya juga mendorong OECD lebih transparan termasuk perjanjian dengan pemerintah China mengenai skor yang dirilis.

"Jika China diperlakukan berbeda dari pada negara responden survei PISA yang lain, alasan perlakuan istimewa itu juga harus dibuka. Data yang dikumpulkan tahun 2009 dari semua provinsi di China juga harus dirilis agar para pemegang kebijakan bisa membuat analisa sekunder," tutur Tom.

Dalam survei PISA-OECD 2012 itu yang dirilis awal Desember 2013, Indonesia menjadi peringkat ke-64 dari 65 negara terkait kemampuan matematika siswa. Namun, siswa Indonesia terdata paling bahagia bila berada di sekolah.


(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads