Komunitas Aborigin setempat meyakini biaya hidup yang tinggi akhirnya mendorong mereka bertindak kriminal dan meninggalkan anak anak mereka dalam kondisi rentan.
Tahun lalu (2012) diketahui terdapat rata rata delapan perempuan dalam tahanan di Tasmania berasal dari suku Aborigin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga Pusat Aborigin Tasmania, Ruth Langford, mengungkapkan kendati jumlahnya rendah, namun hal itu merupakan peningkatan signifikan dari dekade sebelumnya.
“Kami tentu melihat peningkatan rasio perempuan Aborigin yang berada di penjara,” katanya.
Langford khawatir hal itu menyisakan anak anak mereka dalam kondisi rentan dan menempatkan tekanan pada anggota keluarga lainnya untuk merawat mereka.
Tekanan Finansial
Fiona Calvert dari Colony 47 pernah membimbing para perempuan Aborigin saat mereka meninggalkan sistem peradilan dan mengungkapkan alasan yang mendasari untuk menangani para narapidana.
“Itu karena biaya hidup. Yang ingin mereka ingin lakukan adalah makan dan membayar tagihah listrik, biaya tagihan listrik di Tasmania tidak masauk akal,” ujarnya.
Calvert melanjutkan semestinya perempuan yang melakukan tindakan kriminal karena alasan itu tidak usah dipenjara.
Dia menginginkan agar pemerintah melakukan pendekatan menyeluruh.
“Pelayanan warga jauh lebih penting ketimbang hukuman penjara,” sambung Calvert.
Ada kekhawatiran jika hukuman penjara berlanjut, generasi muda pribumi akan mengikuti jejaknya.
(nwk/nwk)