Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana mengaitkan penilaian tersebut dengan ungkapan hati Ahok yang menyebut partainya meminta dia menunda program sterilisasi jalur Transjakarta hingga 2014 mendatang sebab dianggap tidak populer.
“Iya ini kan ada juga kesan Gerindra memanfaatkan Ahok supaya membuat beberapa program Jokowi tidak jalan, kan begitu," kata Ari kepada detikcom, Selasa (03/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ari menyoroti ketika ada upaya untuk campur tangan kebijakan yang sudah dirancang tentunya hal itu bisa membuat hubungan Ahok dengan Jokowi menjadi tegang.
Di berbagai daerah, Ari mencontohkan, pecah kongsi terjadi karena memang figur wakil gubernur atau wakil bupati ingin berkontestasi dengan gubernur atau bupati. Di DKI, walaupun peran Ahok muncul ke publik, tapi tidak terlihat seperti kontestasi, tapi saling melengkapi dan seiring. Artinya, kebijakan Jokowi akan didukung Ahok dan begitupun sebaliknya.
Lebih jauh Ari menilai, sikap Ahok ini memang tidak lazim dalam perpolitikan atau pejabat yang diusung oleh partai. Jarang ada pejabat yang berani mengatakan kepada partai pendukungnya. Keberanian Ahok itu dapat disebut mendobrak sistem komunikasi internal partai sebagaimana yang lazimnya terjadi.
“Iya saya kira bagus, Ahok itu berani mengatakan tidak kepada partai pendukungnya karena dia yakin kebijakan itu tepat dan dia tidak mau dipakai sebagai instrumen untuk membuat hubungannya dengan kepala daerah, gubernur menjadi memburuk,” tegas Ari.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Anwar Ende, mengatakan komunikasi antara partai dengan kadernya seperti Ahok tidak ada masalah.
Menurutnya, yang perlu ditekankan adalah partai akan mendukung setiap kebijakan Ahok demi kepentingan masyarakat. Begitupun selama pernyataan Ahok memang untuk mengkritik yang salah dianggapnya tidak masalah.
“Apapun itu positif buat masyarakat harus dikawal dan didukung. Enggak ada setiran kepentingan partai buat pemilu tahun depan,” kata Anwar kepada detikcom, Selasa (03/12).
(brn/brn)