Banyak surat elektronik dari pembaca detikcom yang masuk melalui redaksi@detik.com pada Jumat (29/11/2013). Warga dari Jakarta, Bekasi, Depok, sampai Medan, Sumut bertutur soal pengalaman mereka dimintai sumbangan seikhlasnya.
Salah satunya pengalaman Asadi, warga Depok, Jabar kala dia mengurus KTP ke kelurahan. Dia tak menyangka, ketika hanya mengganti nama istrinya yang salah ketik, oknum petugas meminta sumbangan. Sang oknum itu memang tidak menyebut angka, dia hanya meminta seikhlasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serupa juga dengan pengakuan Hariyanto warga Tangerang. Baru-baru ini dia diminta uang sumbangan seikhlasnya. Walau awalnya oknum petugas kelurahan itu meminta di angka Rp 200 ribu.
Padahal, Hariyanto hanya meminta surat pengantar untuk mengajukan kredit ke bank. Uang itu diperlukan sebagai lampiran, mengingat dia seorang pedagang kecil.
"Anak buah dari ibu itu bilang ke saya seikhlasnya saja biar suratnya cepat dikasih. Karena saya butuh akhirnya saya terpaksa memberikan Rp 50 ribu. Dan bener surat itu langsung diberikan," terang Hariyanto.
Cerita lain lagi datang dari Bambang, warga Bekasi. Dia menjelaskan, saat mengurus KTP dan KK pindahan, ada oknum petugas kecamatan yang meminta sumbangan seikhlasnya.
"PNS berseragam masukan sumbangan seikhlasnya di formulir yang saya serahkan," kisahnya.
Sedang pengalaman Satria, di Medan, Sumut, ada oknum RT yang meminta uang Rp 150 ribu untuk membuat KTP dan Rp 250 ribu untuk membuat kartu keluarga.
Satria akhirnya urung membuat surat itu lewat RT. Dia kemudian pergi ke kantor kecamatan. Lucunya di kecamatan dia diminta uang seikhlasnya. Saat dia beri Rp 10 ribu, karena seikhlasnya sang oknum marah.
"Eh malah ngomel-ngomel yang sepantasnya dong katanya, itu di Medan," terang Satria.
Nah, yang ini cerita warga Jakarta bernama Hesi. Dia tinggal di kawasan Selatan Jakarta. Padahal Gubernur DKI Jokowi dan Ahok sudah mewanti-wanti aparat pemerintah untuk tak macam-macam.
"Di tempat saya menjadi hal yang biasa dimintakan sumbangan seiklasnya, apalagi kami tinggal di perumahan yang disebut elite. Pengalaman pribadi saya waktu KTP hilang dan ingin membuat yang baru padahal dengan jelas tertulis gratis di dindingnya. Setelah saya dapatkan KTP baru, dan hendak meninggalkan loket, seorang oknum bapak setengah baya sekonyong-konyong dengan lantang berteriak, meminta sumbangan seikhlasnya," urai Hesi yang kemudian merogoh Rp 50 ribu.
Banyak lagi surat pembaca detikcom dari sejumlah daerah yang mengadukan soal pungutan itu. KPK sudah menyebut, sumbangan seikhlasnya masuk kategori gratifikasi. Lalu kira-kira apa masih berani oknum itu meminta sumbangan? Semoga tidak.
(ndr/mad)