Ada dua pilihan, yakni melakukan operasi yang tentunya membawa kemungkinan risiko kematian, atau tidak melakukan tindakan yang juga akan membuat pasien meninggal dunia.
“Saya percaya nurani semua dokter tentu akan memilih yang pertama. Mohon dihargai usaha kami untuk menyelamatkan pasien, bukan malahan menzalimi kami. Tidak ada dokter yang punya niatan mencelakakan pasiennya,” kata Prasetyo ketika dihubungi detikcom, Kamis (28/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Masalah tidak ada izin tindakan, sebetulnya juga dituntut di pengadilan negeri Manado, tapi kan sudah diputus bebas, artinya tuntutan jaksa itu tidak terbukti bahwa mereka melakukannya tanpa ada izin,” kata Prasetyo.
Aksi protes untuk dokter Ayu pun digelar dengan cara mogok kerja serentak di berbagai daerah pada Rabu (27/11) lalu. Namun, mogok ini belakangan dikritisi oleh Ombudsman RI dan DPR RI sebab merugikan hak publik mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu, aksi mogok juga dianggap melanggar sumpah dokter.
Menanggapi hal ini, IDI berargumen demo tidak sampai membuat banyak pasien terbengkalai. “Beberapa poliklinik memang terganggu tapi untuk hal yang sifatnya emergency dan operasi tidak ada perubahan, tetap kami layani. Jika pasien datang ke poli tapi kondisinya emergency dia juga bisa datang ke UGD dan akan ditangani,” ujarnya.
Sementara untuk pelanggaran sumpah, menurut dia bisa dilihat dari dua sisi. Yang tidak setuju, beranggapan bahwa dokter harus selalu mengutamakan kepentingan pasiennya. Sehingga aksi solidaritas dianggap salah.
Padahal menurut Prasetyo aksi solidaritas tersebut dilakukan setelah ada seorang dokter mendapatkan putusan hukum yang salah. “Kami khawatir kalau keputusan yang salah itu tetap dijalankan nantinya jadi yurisprudensi dan hakim lain pada suatu saat akan memutuskan seperti ini,” kata dia.
(erd/erd)