Ikatan Dokter Indonesia Merasa Dizalimi

Derita Pasien di Balik Demo Dokter

Ikatan Dokter Indonesia Merasa Dizalimi

- detikNews
Jumat, 29 Nov 2013 16:24 WIB
Aksi solidaritas dokter untuk dr. Ayu.
Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta agar upaya dokter menyelamatkan pasien, terutama yang dalam kondisi kritis, dihargai. Wakil Sekretaris Jenderal 3 Pengurus Besar IDI, dr. Prasetyo Widhi Buwono, Sp. PD mengatakan dalam kasus seperti yang dialami dokter Ayu, para dokter menghadapi kondisi dilematis.

Ada dua pilihan, yakni melakukan operasi yang tentunya membawa kemungkinan risiko kematian, atau tidak melakukan tindakan yang juga akan membuat pasien meninggal dunia.

“Saya percaya nurani semua dokter tentu akan memilih yang pertama. Mohon dihargai usaha kami untuk menyelamatkan pasien, bukan malahan menzalimi kami. Tidak ada dokter yang punya niatan mencelakakan pasiennya,” kata Prasetyo ketika dihubungi detikcom, Kamis (28/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Prasetyo disampaikan terkait vonis Mahkamah Agung yang menggajar hukuman 10 bulan bui untuk dokter Ayu dan dua rekannya. Mereka diduga melakukan malapraktek hingga menyebabkan kematian seorang pasien pada tahun 2010. Menurut MA, ketiganya bersalah karena melakukan tindakan medis tanpa izin tindakan dari keluarga.

“Masalah tidak ada izin tindakan, sebetulnya juga dituntut di pengadilan negeri Manado, tapi kan sudah diputus bebas, artinya tuntutan jaksa itu tidak terbukti bahwa mereka melakukannya tanpa ada izin,” kata Prasetyo.

Aksi protes untuk dokter Ayu pun digelar dengan cara mogok kerja serentak di berbagai daerah pada Rabu (27/11) lalu. Namun, mogok ini belakangan dikritisi oleh Ombudsman RI dan DPR RI sebab merugikan hak publik mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu, aksi mogok juga dianggap melanggar sumpah dokter.

Menanggapi hal ini, IDI berargumen demo tidak sampai membuat banyak pasien terbengkalai. “Beberapa poliklinik memang terganggu tapi untuk hal yang sifatnya emergency dan operasi tidak ada perubahan, tetap kami layani. Jika pasien datang ke poli tapi kondisinya emergency dia juga bisa datang ke UGD dan akan ditangani,” ujarnya.

Sementara untuk pelanggaran sumpah, menurut dia bisa dilihat dari dua sisi. Yang tidak setuju, beranggapan bahwa dokter harus selalu mengutamakan kepentingan pasiennya. Sehingga aksi solidaritas dianggap salah.

Padahal menurut Prasetyo aksi solidaritas tersebut dilakukan setelah ada seorang dokter mendapatkan putusan hukum yang salah. “Kami khawatir kalau keputusan yang salah itu tetap dijalankan nantinya jadi yurisprudensi dan hakim lain pada suatu saat akan memutuskan seperti ini,” kata dia.


(erd/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads